Joyo Darsono, sangat bangga
menjadi abdi dalem/pelayan di Keraton Yogyakarta. Sebab dia dipercayai Sultan
Keraton Yogyakarta dan mendapatkan kepuasan batin. Tentu, boleh bangga menjadi
abdi dalem, namun tidak ada abdi dalem yang mewarisi tahta kerajaan. Hanya anak
(atau keluarga)Sultan yang pasti mewarisinya. Buktinya, Sultan Hamengku Buwono
VII, VIII, IX dan ke X, adalah satu keturunan. Manakah lebih baik, menjadi
“hamba” Allah atau “anak” Allah?
Makna Manusia Menjadi “Hamba Allah” Menurut Al-Quran
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Islam percaya bahwa relasi
manusia dan Allah SWT adalah hubungan seorang hamba/’abid dengan tuannya. Hamba
harus senantiasa taat dengan ikhlas sepenuh hati pada tuannya. “Dan siapakah
yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada
Allah . . .” (Qs 4:125). Padahal selama
kita masih mengharapkan sorga, ketundukan kita tidak dapat ikhlas sepenuhnya.
Jawaban Saya: Mengharapkan pahala dari Allah swt, mengharapkan
surga-Nya serta takut akan murka dan adzab-Nya tidaklah bertentangan dengan
keikhlasan sama sekali bahkan hal itu sudah menjadi kebiasaan orang-orang
shaleh, ibadahnya orang-orang yang dekat dengan Allah swt dari kalangan para
Nabi dan Rasul serta orang-orang yang mengikuti mereka hingga hari akhir. Hal
seperti itu terdapat di dalam Al Qur’an dan Sunnah, seperti firman Allah swt
tatkala bercerita tentang bapak para Nabi, Ibrahim as di beberapa doa-doanya
yang banyak:
“dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang
penuh kenikmatan,” (QS. Asy Syuara : 85)
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami
dengan harap dan cemas.” (QS. Al Anbiya : 85)
Dalam sebuah Hadits shahih,
seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah saw; “wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku suatu amalan yang dapat
memasukkanku ke surga”. Pertanyaan tersebut di jawab oleh Rasulullah saw
dengan sabdanya, "Kamu beribadah
kepada Allah dan tidak menyekutukannya, menegakkan shalat, dan membayar zakat
serta menjalin tali silaturrahmi." (Shahih Bukhari: 5524). Hadits ini
merupakan bukti bolehnya beramal dengan tujuan memperoleh surga dan sama sekali
tidak merusak keikhlasan ibadah kepada Allah swt.
“Hamba Allah” Tidak Pasti Mendapat Warisan Sorga”
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Karena relasi tuan-hamba, para
Mukmin dinilai berdasarkan amalnya. Jika perbuatan baik mereka lebih banyak
dari dosa-dosanya, maka masuk sorga. Sebaliknya, jika dosa mereka lebih banyak
daripada kebaikannya, maka masuk neraka (Qs 18:48-49,103-106). Akibat relasi
tuan-hamba, para Mukmin tidak pasti mendapat warisan sorga. Itulah sebabnya
para Mukmin selalu berkata “insya Allah”, “mudah-mudahan”, “semoga” dan “allahu
alam/hanya Allah SWT yang tahu.” Tepatlah Kitab Allah menuliskan bahwa “hamba”
tidak memperoleh warisan sorga (Injil, Surat Galatia 4:7).
Jawaban Saya: Setiap Muslim pasti yakin agamanya akan membawa
kepada keselamatan, itu karena agama Islam adalah agama satu-satunya yang di
terima Allah SWT (Ali ‘Imran: 19, 85, 102, Al Maa’idah: 3). Di tambah banyaknya
hadits shahih dari Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang kepastian umat
Beliau pasti masuk surga, menambah keyakinan seorang Muslim bahwa dirinya kelak
akan masuk surga.
Tetapi kenapa jika seorang Muslim
di tanya tentang apakah dia masuk surga selalu berkata: “insya allah”,
“mudah-mudahan”atau“semoga”? Itulah sikap Tawadhu’nya seorang Muslim, hal
inilah yang tidak pernah di mengerti oleh kafir Kristen pemuja Yesus. Walaupun
seorang Muslim tahu agamanya menjamin dirinya masuk surga, itu tidaklah membuat
dirinya lekas sombong dan puas diri. Karena bagaimana pun, untuk masuk surga
atau neraka juga tergantung sepenuhnya bagaimana cara Muslim menjalani hidup,
bukan hanya berbekal iman. Ini sangat baik, karena dengan keyakinan yang
demikian, seorang Muslim akan sangat berhati-hati dalam menjalani hidup. Jangan
sampai dia berbuat sesuatu yang akan menggugurkan iman dan amal shalehnya
hingga kelak akan merugi di akhirat. Dan pada akhirnya, keyakinan seorang
Muslim bahwa dirinya belum pasti masuk surga, benar-benar akan membawanya masuk
surga. Bagaimana pun juga kami lebih suka menjadi hamba Allah swt walaupun
tidak pasti masuk surga, dari pada menjadi anak-anak Allah tetapi telah dipastikan
masuk neraka;
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah
anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya." Katakanlah: "Maka
mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" tetapi kamu adalah
manusia(biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi
siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala
sesuatu). (Al Maa'idah: 18).
Makna “Anak Allah”, Menurut Kitab Allah
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Injil mengajarkan konsep anak
Allah. Melalui kematian-Nya di kayu salib, Isa mengangkat setiap orang yang
percaya kepada-Nya menjadi anak Allah. “… semua orang yang menerima-Nya [Isa
Al-Masih] diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, … yang diperanakkan
bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan
seorang laki-laki, melainkan dari Allah” (Injil, Rasul Besar Yohanes 1:12-13).
Jawaban Saya: Memang betul Injil Yohanes 1:12-13 menyebut orang
yang percaya kepada Yesus akan diberi kuasa supaya menjadi anak-anak Allah,
tetapi dalam Injil Matius 5:9, Yesus mengatakan yang akan menjadi anak-anak
Allah adalah mereka yang membawa damai, bukan hanya yang percaya Yesus saja. Yang
patut dipikirkan kemudian, apakah cukup dengan percaya Yesus dan menjadi
anak-anak Allah maka akan pasti masuk surga? Saya yakin, tidak!
“Anak Allah” Pasti Mendapat Warisan Sorga
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Tujuan pengangkatan anak ini
ialah agar umat-Nya “… menjadi ahli waris Kerajaan [sorga] yang telah
dijanjikan-Nya kepada barang siapa yang mengasihi Dia” (Injil, Surat Rasul
Besar Yakobus 2:5). Bukankah orang tua kita membagikan warisannya kepada
anak-anaknya, dan bukan kepada pembantunya? Terlebih lagi Allah, memberikan
warisan sorga dan hidup kekal hanya kepada anak-anak-Nya. Karena penilaian
seorang hamba Allah SWT adalah amalnya, maka para Mukmin tidak pasti mendapat
warisan sorga. Sebaliknya, anak Allah beroleh pengampunan dosa dan warisan
sorga karena karya penyelamatan Isa Al-Masih. Saudara dapat berdoa mohon
pengampunan dosa kepada Isa Al-Masih, supaya menjadi anak Allah secara rohani
dan mewarisi kehidupan kekal di sorga.
Jawaban Saya: Seperti di ceritakan dalam Injil. Ada seseorang
sambil berlari-lari menemui Yesus. Sambil berlutut, orang tersebut bertanya
kepada Yesus apa yang harus di perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal. Yesus
menjawab bahwa untuk memperoleh hidup yang kekal ia harus melakukan segala
perintah Allah. Orang ini berkata bahwa dirinya telah melakukan segala perintah
Allah sejak mudanya. Agar sempurna, orang ini diperintah Yesus untuk menjual
apa yang dimilikinya dan memberikannya kepada orang miskin untuk menutupi kekurangannya.
Orang ini pergi meninggalkan Yesus, merasa berat hati untuk melakukan
perintahnya menjual apa yang dimilikinya dan memberikannya kepada orang miskin,
sebab dia orang yang banyak hartanya. Setelah orang ini pergi, Yesus berkata
kepada murid-muridnya, "Alangkah
sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah." (Markus
10:17-23).
Nah, dari cerita di atas dapat
kita ketahui bahwa tidak cukup bagi seseorang hanya percaya Yesus atau tidak
cukup bagi seseorang hanya menjadi “anak Allah” untuk dapat memperoleh hidup
yang kekal. Coba anda perhatikan, kurang percaya bagaimana orang tersebut
kepada Yesus?! Dia datang kepada Yesus sambil berlutut-lutut. Kurang apa coba
dia sebagai “anak Allah”, semua perintah “Bapanya” telah dia turuti. Tetapi
semua itu tidak kemudian menjaminnya masuk surga. Satu saja perintah Yesus
tidak dilakukannya, orang ini dikatakan oleh Yesus tidak akan masuk ke dalam
surga.
Saya kasih satu contoh lagi untuk
mencairkan akal kafir Kristen yang telah lama membeku.
Anda tahu bangsa Israel? Kurang apa
coba bangsa Israel?! Di dalam Bible mereka di sebut sebagai “umat-Ku” oleh
Tuhan sendiri. Setiap kali bangsa Israel di timpa kesulitan, maka Tuhan pasti akan
menolong mereka. Jika mereka di perangi oleh bangsa lain, Tuhan sendiri yang
menjadi panglima perangnya. Al-Qur’an menyebut bangsa Israel itu adalah bangsa
pilihan Tuhan, bangsa Israel itu bangsa yang telah dilebihkan dari
bangsa-bangsa lainnya di dunia (Al Jaatsiyah: 16). Tetapi apa yang Tuhan
lakukan ketika mereka berubah menjadi pemuja berhala? Tuhan menghukum dengan menyerahkan
mereka kepada bangsa-bangsa lain. Kerajaan Israel menjadi hancur dan semua
penduduknya diangkut keluar dari Israel dan menjadi tawanan di Babel. Umat Israel harus menyandang status sebagai
orang-orang buangan.
Memang betul apa yang dikatakan
kafir Kristen pemuja Yesus, orang tua itu akan memberikan warisannya kepada
anak-anaknya, bukan kepada pembantunya. Tapi anak-anak yang memperoleh warisan
dari orang tua itu anak-anak seperti apa? Anak-anak yang selalu menuruti semua
perintah orang tuanya tidak perlu di tanya lagi, mereka pasti memperoleh
warisan. Tapi kalau anak-anak yang selalu membangkang dan bersikap kurang ajar
kepada orang tuanya, anak-anak yang seperti ini bukan hanya tidak akan
memperoleh warisan, tapi nama mereka juga dapat di hapus dari silsilah
keluarga. Itu untuk anaknya sendiri lho...bagaimana kalau ada orang lain yang
mengaku-ngaku anak kemudian minta warisan, apa enggak gedek tuh orang yang
punya harta warisan? Seperti itulah keadaan kafir Kristen. Bukan berasal dari
bangsa Israel dan tidak melakukan perintah-perintah Allah, tapi merasa jadi “anak-anak
Allah” dan merasa mendapat warisan surga, kira-kira apa enggak gedek tuh Tuhan
melihat tingkah kafir Kristen pemuja Yesus?!
Alkitab adalah Firman Tuhan yang di tulis oleh para nabi...bukan ujug ujug dtg dr langit, kalau kamu bilang alquran Tuhan yg bicara langsung memang jadi aneh ayat ayat dalam surat kalian
BalasHapusMemangnya saya pernah bilang kitab kalau Al-Qur'an diturunkan langsung dari langit???
Hapus