Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini baik Yahudi dan Nashrani mendengar tentangku, kemudian dia meninggal dan tidak beriman dengan agama yang aku diutus dengannya, kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka." (Shahih Muslim: 218)

Ucapan Muhammad Adalah Wahyu? Hadits Dari Aisyah Tidak Boleh Diterima?

Kafir Kristen pemuja Yesus bernama Edis Sidabutar ini memiliki pertanyaan yang dia harap akan di jawab oleh umat Islam. Pertanyaan tersebut seputar keyakinan umat Islam bahwa apa yang diucapkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, itu bukanlah berdasarkan hawa nafsunya, melainkan berdasarkan apa yang diwahyukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. 

Kemudian dek Edis Sidabutar ini mengutip terjemahan suroh At-Tahrim: 1-2. Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (At-Tahrim: 1-2)   

Ada dua poin yang ditangkap oleh dek Edis Sidabutar ini, yaitu pertama; adanya pengharaman yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, pengharaman apa yang dihalalkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dia bertanya, ketika Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah, apakah perkataan yang keluar dari mulut Nabi itu dari hawa nafsu atau berdasarkan wahyu?

Apa yang diucapkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam itu bukanlah berdasarkan hawa nafsunya, melainkan berdasarkan wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala. Keyakinan tersebut berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya, "dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya". (An-Najm: 3-4)

Bahwasannya makna, "Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya". Yaitu bahwa setiap yang beliau ucapkan dari perkara-perkara agama yang harus beliau sampaikan kepada manusia merupakan wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ma’shum dari kesalahan dalam setiap yang beliau sampaikan dari perkara-perkara agama. Seperti dalam hukum-hukum syariat, berita tentang perkara-perkara ghaib dan umat-umat terdahulu.    

Sementara pengharaman oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang dimaksud dalam suroh At-Tahrim: 1 itu bukan pengharaman berkaitan dengan syariat agama. Tetapi Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam mengharamkan madu atau menggauli Maria Al-Qibthiya berkaitan dengan dirinya sendiri, bukan syariat untuk umatnya. Sebagaimana Nabi Ya’qub alaihis salam pernah mengharamkan daging unta dan susunya untuk dirinya sendiri.

Jadi jelas tidak ada pertentangan antara suroh An-Najm: 3-4 yang menyatakan apa yang diucapkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bukan berasal dari hawa nafsunya, melainkan hanyalah wahyu, dengan suroh At-Tahrim: 1 yang Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mengharamkan madu atau menggauli budaknya untuk dirinya sendiri.   

Kemudian poin yang kedua, dalam Hadits disebutkan bahwa Aisyah radhiyallahu anha mengatakan mencium maghafir dari mulut Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Sementara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengaku tidak makan maghafir, tetapi minum madu. Itu artinya Aisyah radhiyallahu anha berdusta, sebenarnya mulut Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tidak bau.

Pertanyaannya adalah, bagaimana Hadits-Hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu anha? Karena Hadits itu dapat diterima atau dikatakan Shahih, bila periwayat-periwayatnya tidak pernah berdusta atau orangnya terkenal jujur. Kalau diketahui Aisyah radhiyallahu anha ada ketidakbenaran tentang bau napas, berarti pernah diriwayatkan bahwa Aisyah radhiyallahu anha mengatakan kebohongan. Dapat diterimakah riwayat Hadits dari Aisyah radhiyallahu anha?

Memang benar para ulama sepakat, Hadits hanya dapat dikatakan Shahih apabila periwayat-periwayatnya jujur bukan pendusta. Tetapi bukankah para ulama juga bersepakat bahwa semua sahabat adalah adil, semua sahabat dapat diterima periwayatannya, tidak terkecuali Aisyah radhiyallahu anha? Apakah dek Edis Sidabutar ini mau mengambil satu kesepakatan ulama tapi menolak kesepakatan para ulama lainnya?

Aisyah radhiyallahu anha memang berbuat salah dengan bermufakat dengan Hafsah agar mengatakan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bahwa mulut beliau tercium bau maghafir, padahal tidak. Tetapi kesalahan tersebut terdorong oleh rasa cemburu Aisyah radhiyallahu anha terhadap madunya yang bisa menyuguhkan madu kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Jadi bohongnya Aisyah radhiyallahu anha bukan muncul dari tabiat beliau, tapi terdorong oleh kecemburuan. Aisyah radhiyallahu anha pun sudah bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Sementara seorang perawi yang ditolak periwayatannya itu adalah seorang perawi yang tertuduh kuat berlaku dusta terhadap Hadits yang diriwayatkannya, tertuduh berdusta dan dalam kesehariannya terkenal pendusta atau tampak kefasikannya, baik pada perbuatan maupun ucapan atau orang yang banyak lupa atau banyak keragu-raguannya. Ciri-ciri tersebut tidak pernah ditemukan dalam diri ibunda Aisyah radhiyallahu anha.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ucapan Muhammad Adalah Wahyu? Hadits Dari Aisyah Tidak Boleh Diterima?"

Posting Komentar

Pastikan komentar anda tidak keluar dari topik, komentar di luar itu tidak akan pernah ditayangkan.