Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Ibadah haji merupakan salah
satu rukun Islam. Hal ini wajib dilakukan bagi mereka yang mampu. Seseorang
yang sudah menunaikan ibadah haji disebut sebagai “Haji/Hajjah”. Bagi seorang
Muslim, sebutan “Haji/Hajjah” mempunyai arti tersendiri. Itulah sebabnya tidak
sedikit umat Muslim setiap tahunnya berlomba-lomba menunaikan ibadah haji.
Mereka sangat menghargai ritual ibadah naik haji.
Jawaban Saya: Sebutan Haji atau Hajjah bagi Muslim atau Muslimah
yang sudah melaksanakan ibadah Haji adalah kebiasaan masyarakat kita. Haji
merupakan kewajiban sekali seumur hidup yang dibebankan syariat agama Islam
kepada seorang Muslim yang mampu dalam mengadakan perjalanan. Niat ibadah Haji
harus ikhlas karena Allah subhanahu wa ta’ala semata, bukan karena ingin
memperoleh gelar Haji atau Hajjah. Jika niat ibadah Haji bukan ikhlas karena
Allah subhanahu wa ta’ala, maka ibadah Hajinya akan sia-sia dan menjadi orang
yang sangat merugi kelak di akhirat.
Ritual Saat Menunaikan Ibadah Haji
Dalam menunaikan ibadah haji,
seseorang diwajibkan mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali. Selain itu juga
mencium batu hitam yang disebut Al-Hajr al-Aswad. Mereka juga diharuskan
berlari bolak-balik antara bukit As-Safa dan Al-Marwa. Sebagai ritual, mereka
juga harus melemparkan tujuh batu pada tiga tiang (jamarat). Tiap tiang
diyakini merupakan Setan.
Jawaban Saya: Semua ritual dalam ibadah Haji bertujuan untuk
mengingat Allah subhanahu wa ta’ala, tidak terkecuali Thawaf, Sa’i dan lempar
jumrah. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam
bersabda:
Telah menceritakan kepada Kami
Musaddad, telah menceritakan kepada Kami Isa bin Yunus, telah menceritakan
kepada Kami 'Ubaidullah bin Abu Ziyad dari Al Qasim dari Aisyah, ia berkata;
Rasulullah shallAllahu wa'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya dijadikannya thawaf di Ka'bah, antara Shafa dan
Marwah serta melempar jumrah adalah untuk menegakkan dzikir kepada Allah."
(Sunan Abu Daud: 1612)
Telah menceritakan kepada kami
Nashr bin Ali Al Jahdlami dan Ali bin Khasyram berkata; telah menceritakan
kepada kami Isa bin Yunus dari 'Ubaidullah bin Abu Ziyad dari Al Qasim bin
Muhammad dari 'Aisyah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya disyari'atkannya melempar
jumrah dan sa'i dari Shafa ke Marwah untuk berdzikir kepada Allah."
Abu 'Isa berkata; "Ini merupakan hadits hasan shahih." (Sunan Tirmidzi: 826).
Telah berkata keapada kami Abu
Nu'aim dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Ubaidillah bin
Abi Ziyad berkata; Saya telah mendengar Al-Qasim berkata; Aisyah berkata;
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Sesungguhnya thawaf disyareatkan di Ka`bah dan sa`i antara shofa
dan marwah serta melempar jumroh untuk menegakkan dzikir kepada Allah."
(Musnad Ahmad: 23215).
Sebagian orang memang beranggapan
bahwa melempar jumrah sama dengan melempar setan yang sedang diikat di tugu
jamroh. Mereka berdalih dengan perkataan Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma saat
menceritakan kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam,
Dari Ibnu Abbas
radhiyallallahu’anhuma, beliau menisbatkan pernyataan ini kepada Nabi, “Ketika
Ibrahim kekasih Allah melakukan ibadah haji, tiba-tiba Iblis menampakkan diri
di hadapan beliau di jumrah’Aqobah. Lalu Ibrahim melempari setan itu dengan
tujuh kerikil, hingga iblis itu pun masuk ke tanah . Iblis itu menampakkan dirinya
kembali di jumrah yang kedua. Lalu Ibrahim melempari setan itu kembali dengan
tujuh kerikil, hingga iblis itu pun masuk ke tanah. Kemudian Iblis menampakkan
dirinya kembali di jumrah ketiga. Lalu Ibrahim pun melempari setan itu dengan
tujuh kerikil, hingga iblis itu masuk ke tanah“.
Ibnu Abbas radhiyallallahu’anhuma
juga berkata, “Kalian merajam setan,
bersamaan dengan itu (dengan melempar jumrah) kalian mengikuti agama ayah
kalian Ibrahim“.
Dari sisi sanad riwayat di atas
tidak ada masalah; status sanadnya shahih. Kisah di atas diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah dan Al-Hakim, beliau berdua menshahihkan riwayat ini. Dishahihkan
oleh Syaikh Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib (2/17), hadits nomor
1156.
Hanya saja orang-orang keliru
dalam memahami perkataan Ibnu Abbas di atas. Menurut mereka makna “merajam”
dalam perkataan tersebut adalah melempari setan secara konkrit. Artinya saat
melempar jumrah, setan benar-benar sedang terikat di tugu jumrah dan merasa
tersiksa dengan batu-batu lemparan yang mengenai tubuhnya.
Padahal bukan demikian yang
dimaksudkan oleh Ibnu Abbas dalam perkataan beliau. Merajam setan di sini tidak
dimaknai makna konkrit, akantetapi yang benar adalah makna abstrak. Artinya
setan merasakan sakit dan terhina bila melihat seorang mukmin mengingat Allah
dan taat menjalankan perintah Allah. Dalam pernyataan Ibnu Abbas diungkapkan
dengan istilah “merajam setan”. Demikianlah yang dimaksudkan Ibnu Abbas dalam
perkataannya tersebut. (muslim.or.id).
Ritual Haji Dan Agama Pra-Islam
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Ritual mengelilingi Ka'bah
sebanyak tujuh kali bukanlah ritual pertama yang dilakukan oleh umat Muslim.
Ritual ini sudah dilakukan oleh penyembah berhala di Arab, jauh sebelum
Muhammad mendirikan agama Islam. Saat itu, mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh
kali bertujuan untuk menyembah Hubal dan Shams (dewa bulan dan matahari).
Sedangkan mencium batu hitam merupakan acuan kepada Hubal. Mereka meyakini,
para Dewa dan Dewi mempunyai batu khusus yang akan menggantikan perwujudan diri
mereka. Sementara melempar batu, juga merupakan ritual yang berhubungan dengan
dewa-dewa palsu. Sedangkan bukit-bukit kecil yang disebut bukit As-Safa dan
Al-Marwa, dipercaya merupakan tempat dewa Isaf dan Naila. Sering orang
bertanya, mengapa pengikut haji harus berlari bolak-balik di antara bukit itu.
Bukankah ini juga dilakukan para penyembah Isaf dan Naila di zaman Jahiliah?
Menurut pakar Islam, Yusuf Ali,
“Keseluruhan ziarah penyembah berhala dirohanikan dalam Islam” (Yusuf Ali,
catatan kaki no 223, hal. 80, terjemahan Al-Quran dalam Bahasa Inggris).
Jawaban Saya: Memang benar jauh sebelu Islam datang, ritual ibadah
Haji seperti Thawaf juga dilakukan oleh para penyembah berhala. Namun ritual
ibadah haji tersebut bukan berasal dari penyembah berhala. Ibadah Haji berasal
dari agama Ibrahim yang lurus, kemudian secara berlahan muncul banyak
penyimpangan-penyimpangan di dalam pelaksanaannya. salah satu bentuk
penyimpangan tersebut adalah Thawaf dalam keadaan telanjang. Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa salam datang membawa agama Islam, bukan untuk meneruskan
penyimpangan-penyimpangan dalam ibadah Haji. Islam datang untuk memurnikan ibadah
Haji dan menghilangkan penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan ibadah Haji.
Sedangkan ritual ibadah Haji seperti Thawaf dan lain-lain yang memang bersumber
dari agama Ibrahim, tetap dipertahankan.
Tentang Isaf dan Naila. Isaf dan
Naila itu nama-nama berhala, bukan nama dewa. Dewa tidak pernah dikenal oleh
orang Arab jahiliyah, mereka memuja berhala bukan dewa. Berhala Isaf dan Naila
ditempatkan oleh orang Arab jahiliyah di sumur Zamzam dan menyembelih hewan
qurban di samping keduanya. Jadi sama sekali tidak ada hubungannya antara Sa’i
di bukit As-Safa dan Al-Marwa dengan berhala Isaf dan Naila. Penjelasan tentang
Isaf dan Naila terdapat dalam Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, silakan download jika anda mau.
Terjemahan Al-Qur’an pertama
milik Yusuf Ali sebelum di revisi, banyak sekali catatan kaki yang berisi
sanjungan-sanjungan dirinya terhadap Hasan dan Husain. Dia juga terlihat sering
sekali menghubung-hubungkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan peristiwa Karbala. Hal
tersebut membuktikan bahwa Yusuf Ali adalah seorang Syi’ah dan Syi’ah bukanlah
Islam. Maka tidak aneh kalau kemudian dalam terjemahan Al-Qur’an miliknya, dia
mengatakan “Keseluruhan ziarah penyembah berhala dirohanikan dalam Islam”.
Islam yang di maksud oleh Yusuf Ali di sana adalah Islam versi dirinya, yaitu
Syi’ah. Pernyataan Yusuf Ali tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan
Haji dalam Islam. Tentang Yusuf Ali, anda dapat memperoleh penjelasannya di sini.
Apakah Naik Haji Dapat Menyelamatkan?
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Bila dilihat dari sisi lain,
naik haji merupakan ritual ziarah ke makam Muhammad. Pertanyaannya, dapatkah
orang yang sudah mati dapat memberikan keselamatan? Jelas ritual menunaikan
ibadah haji tidak dapat memberi jaminan keselamatan bagi seseorang. Walaupun
tidak sedikit haji/hajjah merasa dirinya sudah layak untuk mendapatkan
keselamatan.
Jawaban Saya: Ziarah ke makam Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
salam bukan bagian dari rukun Haji. Ziarah ke makam Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa salam dapat kapan saja dilakukan, tidak seperti Haji. Kafir Kristen
pemuja Yesus bertanya, dapatkah orang yang sudah mati dapat memberikan
keselamatan? Jawaban: keselamatan sepenuhnya berasal dari Allah subhanahu wa
ta’ala, bukan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam atau dari Yesus.
Tetapi sangat salah kalau kafir Kristen pemuja Yesus mengatakan menunaikan
Ibadah Haji tidak dapat memberi jaminan keselamatan, karena dalam hadits shahih
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: "Umrah demi 'umrah berikutnya menjadi penghapus dosa antara
keduanya dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga". (Shahih Bukhari: 1650). Yang memberikan
balasan surga bagi Muslim yang Hajinya mabrur adalah Allah subhanahu wa ta’ala,
bukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam.
Keselamatan Menurut Injil Terpisah dari Ritual
Kafir Kristen pemuja Yesus
menulis: Seseorang yang merindukan keselamatan hanya perlu memintanya kepada
Allah, bukan melalui ritual-ritual. Keselamatan yang diterima umat percaya
berdasar pada iman akan Isa Al-Masih. Keselamatan itu merupakan anugerah
(pemberian cuma-cuma) dari Allah, bukan upah. Anugerah adalah “. . . kemurahan
Allah . . . dan kasih-Nya kepada manusia … bukan karena perbuatan baik yang
telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya . . . .” (Injil, Surat Titus
3:4-5).
Jawaban Saya: Kafir Kristen pemuja Yesus berkata bahwa keselamatan
merupakan anugerah Tuhan, bukan upah. Tetapi itu menurut Paulus bukan menurut
Yesus. Menurut Yesus keselamatan juga dapat diperoleh dengan beramal, itulah
sebabnya Yesus berpesan kepada murid-muridnya agar mengumpulkan pahala,
sebagaimana sabdanya, "Janganlah
kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan
pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga;
di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar
serta mencurinya. (Matius 6:19-20). Sebagai orang yang yang mengaku
pengikut Yesus (Kristen), mereka harusnya lebih mendengar dan melakukan
perkataan Yesus bukan ucapan Paulus. Jika mereka lebih mendengar dan melakukan
ucapan Paulus daripada perkataan Yesus, harusnya mereka menyebut diri Paulusen
bukan Kristen.
Keselamatan Bukti Kasih Allah
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Isa Al-Masih mengajarkan berita
yang sempurna. Ia mati tersalib untuk menggantikan dan membayar hukuman dosa
manusia. Allah melakukan ini karena Dia mengasihi manusia. Dia ingin manusia
menikmati kekekalan bersama dengan Dia di sorga! “Karena begitu besar kasih
Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya [Kalimat-Nya]
yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa,
melainkan beroleh hidup yang kekal” (Injil, Rasul Besar Yohanes 3:16).
Jawaban Saya: Kafir Kristen pemuja Yesus menganggap Yesus mati
tersalib untuk membayar dan menebus dosa mereka. Padahal Yesus yang mereka
anggap sebagai korban tebusan dosa, bukanlah korban tebusan yang sempurna. Oleh
karena Yesus
bukan korban tebusan yang sempurna, maka dosa mereka akan tetap ada dan
mereka akan menanggungnya dengan hidup abadi di neraka.
0 Response to "Adakah Naik Haji Menjamin Keselamatan Sorgawi?"
Posting Komentar
Pastikan komentar anda tidak keluar dari topik, komentar di luar itu tidak akan pernah ditayangkan.