Asbabun nuzul didefinsikan
sebagai suatu hal yang karenanya Al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan status
hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa waupun pertanyaan.
Asbabun Nuzul membahas kasus-kasus yang menjadi turunnya beberapa ayat Al-Qur’an,
macam-macamnya, sight (redaksi-redaksinya), tarjih riwayat-riwayatnya dan
faedah dalam mempelajarinya. Untuk menafsirkan Qur’an ilmu asbabun nuzul sangat
diperlukan sekali, sehingga ada pihak yang mengkhususkan diri dalam pembahasan
dalam bidang ini, yaitu yang terkenal diantaranya ialah Ali bin madani, guru
bukhari, al-wahidi , al-ja’bar , yang meringkaskan kitab al-wahidi dengan
menghilangkan isnad-isnadnya, tanpa menambahkan sesuatu, syikhul islam ibn
hajar yang mengarang satu kitab mengenai asbabun nuzul. Pedoman dasar para
ulama’ dalam mengetahui asbabun nuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari
rasulullah atau dari sahabat. Itu disebabkan pembaritahuan seorang sahabat
mengenai asbabun nuzul, al-wahidi mengatakan: “tidak halal berpendapat mengenai
asbabun nuzul kitab, kecuali dengan berdasarkan pada riwayat atau mendengar
langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya. Mengetahui sebab-sebabnya
dan membahas tentang pengertian secara bersungguh-sungguh dalam mencarinya”.
Keberadaan Asbabun Nuzul dalam
turunya ayat-ayat Al-Qur’an, ternyata juga dimanfaatkan oleh sebagian
Misionaris Kristen atau penghujat Islam dalam usaha mereka menciptakan
keragu-raguan dalam hati setiap Muslim terhadap Islam, Al-Qur’an, dan Nabi
Muhammad saw. Misalnya dalam sebuah tulisan, Misionaris Kristen atau penghujat
Islam menulis potongan surah Al-Ahzab: 53 yang berbunyi: “…Dan tidak boleh kamu
menyakiti (hati) Rasulullah...” setelah itu mereka menuliskan Asbabun Nuzulnya
demikian: “Tentang sebab turunnya ayat ini, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari
Ibnu Zaid yang berkata, "Suatu ketika, Rasulullah mendengar bahwa ada
seorang laki-laki berkata, 'Jika Rasulullah wafat maka sepeninggal beliau saya
akan menikahi Fulanah (seraya menyebut nama salah seorang istri beliau).
Sebagai respons terhadap hal itu, dari mulut Muhammad lalu terucaplah ayat ini,”Dan
tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini
isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu
adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.”
Ibnu Abbas juga meriwayatkan, “Ayat
ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki yang bermaksud menikahi beberapa
orang di antara istri Nabi sepeninggal beliau." Sufyan berkata,
"Diriwayatkan bahwa istri Rasulullah yang dimaksud adalah Aisyah.”
Misionaris Kristen atau penghujat
Islam kemudian memberikan kesimpulan bahwa Al-Qur’an sesungguhnya bukanlah
firman Allah, tapi hanya ucapan (Nabi) Muhammad (saw) yang diatas-namakan
Allah, dengan tujuan agar kemauan serta keinginannya di dengar dan diperhatikan
oleh umatnya yang mengira ucapan (Nabi) Muhammad (saw) adalah firman Allah yang
wajib dituruti.
Kesimpulan di atas saya lihat
hanya berdasar asumsi akibat dari adanya sentimen negatif terhadap Nabi
Muhammad saw di hati Misionaris Kristen atau penghujat Islam. Menurut saya
tidak aneh seandainya Nabi Muhammad saw berkemauan atau mengingini sesuatu,
kemudian Allah swt memandang kemauan dan keinginan Nabi tersebut baik dan
mendukungnya dengan menurunkan ayat-ayat Al-Qur’an. Sebagai mana pada suatu
saat, karena menerima banyak cemoohan orang-orang Yahudi karena umat Islam Shalat
menghadap Baitul Maqdis. Nabi Muhammad saw sering menengadah ke langit, ingin
serta berharap kiranya Allah swt menurunkan perintah mengalihkan kiblat dari Baitul
Maqdis ke arah Masjidil Haram. Allah swt memenuhi keinginan Nabi Muhammad saw
dengan firman-Nya: “Sesungguhnya Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke
langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada,
palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (Al-Baqarah:144).
Seandainya tuduhan yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw sengaja membikin
ayat yang diatas-namakan Allah swt adalah benar, maka logikanya tidak ada
satupun ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi teguran kepada Nabi Muhammad saw,
karena Nabi Muhammad saw sendiri yang buat, benar begitu? Nah, sekarang anda
perhatikan ayat-ayat Al-Qur’an beserta Asbabun Nuzulnya di bawah ini:
Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu:
"Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan
menyebut): "Insya Allah". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa
dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang
lebih dekat kebenarannya dari pada ini." (Al-Kahfi: 23-24)
Asbabun Nuzul
Suatu
hari Rasulullah SAW ditanya oleh salah seorang sahabat tentang kisah ashabul
kahfi. Diantara pertanyaannya adalah: berapa tahun ashabul kahfi berlindung dan
menghabiskan masa tidurnya dalam gua al-kahfi? Dan berapa jumlah anggota yang
tergabung dalam ashabul kahfi ketika itu, lima orang dengan seekor anjingnya
atau tujuh beserta anjingnya?
Rasulullah
SAW saat itu tak sanggup memberi jawaban pasti. Lantas, beliau berkata kepada
sahabat yang bertanya: "Jawabannya akan kuberikan besok." Biasanya
pada saat-saat seperti demikian, keesokannya turun wahyu sebagai jawaban.
Keesokan harinya, fajar telah menyingsing menyambut mentari terbit di ufuk
timur. Sang surya terus menyemai panas diatas kepala sehingga dzuhur. Namun,
wahyu dari Sang Khaliq tak kunjung turun memberikan jawab. Akhirnya sore
semakin tinggi. Senjapun memerah mengantar kegelapan malam. Berhari-hari
Rasulullah SAW menantikan wahyu itu. Lewat lima belas hari turunlah wahyu.
Wahyu sebagai jawaban disertai teguran dalam ayat : Dan jangan sekali-kali kamu
mengatakan terhadap sesuatu :
Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan
menyebut) Insya Allah. (Al Kahfi: 23-24).
Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan
bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang (At Tahrim: 1)
Asbabun Nuzul
Telah
menceritakan kepadaku Al Hasan bin Muhammad bin Shabbah Telah menceritakan
kepada kami Hajjaj dari Ibnu Juraij ia berkata; Atha` berdalih bahwa ia
mendengar Ubaid bin Umair berkata; Aku mendengar Aisyah radliallahu 'anha
berkata; Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah singgah di rumah Zainab
binti Jahsy dan beliau juga minum madu di situ. Lalu aku dan Hafshah saling
berpesan, bahwa siapa saja di antara kita yang ditemu oleh Nabi shallallahu
'alaihi wasallam hendaklah ia berkata, Sesungguhnya aku mendapatkan bau
Maghafir. Apakah Anda habis makan maghafir? akhirnya beliau pun masuk menemui
salah seorang dari keduanya dan ia mengungkapkan kalimat itu pada beliau.
Akhirnya beliau bersabda: Tidak, akan tetapi aku hanya minum madu di tempat
Zainab binti Jahsyin dan aku tidak akan mengulanginya lagi. Maka turunlah ayat:
Wahai Nabi, kenapa kamu mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah…hingga
firman-Nya: Jika kalian berdua bertaubat…yakni kepada Aisyah dan Hafshah…adapun
kutipan ayat Dan ketika Nabi berkata rahasia kepada sebagian isterinya…yakni
terkait dengan sabda beliau: Bahkan aku hanya minum madu. (Shahih Bukhari: 4862)
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, (´Abasa: 1)
Asbabun Nuzul
Imam
Tirmizi dan Imam Hakim, kedua-duanya mengetengahkan sebuah hadis melalui Siti
Aisyah r.a. yang menceritakan, bahwa firman Allah swt. berikut ini, yaitu,
"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling." (Q.S. 'Abasa, 1)
diturunkan berkenaan dengan Abdullah bin Umi Maktum yang buta. Pada suatu hari
ia datang kepada Rasulullah saw. lalu berkata: "Wahai Rasulullah!
Berikanlah aku bimbingan (kepada Islam)." Pada saat itu di hadapan
Rasulullah saw. ada beberapa orang laki-laki dari kalangan pemimpin-pemimpin kaum
musyrikin. Rasulullah saw. berpaling dari Abdullah bin Umi Maktum karena
melayani mereka. Lalu Rasulullah saw. berkata: "Bagaimanakah pendapatmu,
apakah di dalam hal-hal yang telah aku katakan tadi dapat membuka hatimu?"
Laki-laki dari pemimpin kaum musyrikin itu menjawab: "Tidak." Maka
turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya, "Dia (Muhammad) bermuka masam dan
berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya." (Q.S. 'Abasa, 1-2)
Abu Ya'la mengetengahkan hadis yang serupa melalui Anas r.a.
Bukti ayat teguran terhadap Nabi
Muhammad saw di atas, saya rasa sudah cukup untuk membuktikan bahwa tidak
mungkin Nabi Muhammad saw bikin ayat yang diatas-namakan Allah swt. Apa untungnya
Nabi Muhammad saw bikin ayat yang isi dari ayat-ayat tersebut justru menegur
diri Beliau sendiri?! Orang Musyrik yang hidup semasa Nabi Muhammad saw saja mengenal
Beliau sebagai orang yang jujur, tidak pernah sekalipun berbohong. Lihatlah ketika
Nabi Muhammad saw di suatu pagi dibukit Shafa mengundang kaum Musyrik dan
berkata kepada mereka: “Bagaimana
pendapat kalian, jika aku beritakan kepada kalian bahwasanya musuh datang
menyerang kalian di waktu pagi ini, atau akan menyerang kalian di waktu sore
nanti, apakah kalian akan mempercayaiku?” kaum Musyrik menjawab: “Tentu saja kami percaya kepadamu.” Maka
sangat aneh jika manusia di zaman sekarang masih melihat Nabi Muhammad saw
sebagai seorang pembohong, pendusta yang ngaku-ngaku Nabi.
0 Response to "Nabi Muhammad Bikin Ayat?"
Posting Komentar
Pastikan komentar anda tidak keluar dari topik, komentar di luar itu tidak akan pernah ditayangkan.