Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,
dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. Dan,
jika kamu junub, mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau
kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu
dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia
hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu supaya kamu
bersyukur.” (QS al-Maidah: 6).
Dalam ayat ini, Allah SWT
mensyariatkan wudhu bagi Muslim ketika hendak melakukan shalat adalah untuk
mensucikan dan membersihkan mereka. Di samping itu, untuk menjaga kesehatan
melalui kebersihan secara lahir yang dilakukan paling tidak lima kali sehari.
Wudhu juga membersihkan diri dari dosa dan kesalahan yang dilakukan anggota
badan. Rasulullah saw juga menjelaskan, bekas berwudhu pun akan menjadi saksi
bagi orang-orang yang melakukannya. Yaitu, dengan bersinarnya bekas-bekas
anggota badan yang dibasuh dan dicuci ketika berwudhu.
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, telah
menceritakan kepada kami Al Laits dari Khalid dari Sa'id bin Abu Hilal dari
Nu'aim bin Al Mujmir berkata, "Aku mendaki masjid bersama Abu Hurairah,
lalu dia berwudlu' dan berkata, "Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Sesungguhnya umatku akan dihadirkan pada hari
kiamat dengan wajah berseri-seri karena sisa air wudlu, barangsiapa di antara
kalian bisa memperpanjang cahayanya hendaklah ia lakukan." (Shahih Bukhari: 133)
Dan telah menceritakan kepadaku Harun bin Sa'id al-Aili telah
menceritakan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepada kami Amru bin
al-Harits dari Sa'id bin Abu Hilal dari Nu'aim bin Abdullah bahwa dia melihat
Abu Hurairah berwudlu, lalu membasuh wajahnya dan kedua tangannya hingga hampir
mencapai lengan, kemudian membasuh kedua kakinya hingga meninggi sampai pada
kedua betisnya, kemudian dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya umatku datang pada hari kiamat
dalam keadaan putih bercahaya disebabkan bekas wudlu. Maka barangsiapa di
antara kalian mampu untuk memanjangkan putih pada wajahnya maka hendaklah dia
melakukannya'." (Shahih
Muslim: 363)
Pengertian wudhu secara bahasa,
menurut Al Imam Ibnu Atsir Al-Jazary rohimahumullah (seorang ahli bahasa)
menjelaskan bahwa jika dikatakan wadhu, maka yang dimaksud adalah air yang
digunakan berwudhu. Bila dikatakan wudhu, maka yang diinginkan di situ adalah
perbuatannya. Jadi, wudhu adalah perbuatan sedang wadhu adalah air wudhu. Al-Hafizh
Ibnu Hajar Asy-Syafi’iy rohimahulloh, kata wudhu terambil dari kata al-wadho’ah
/ kesucian. Wudhu disebut demikian, karena orang yang sholat membersihkan diri
dengannya. Akhirnya, ia menjadi orang yang suci.”
Sedangkan pengertian wudhu secara
syariat, menurut Syaikh Sholih Ibnu Ghonim As-Sadlan Hafishohulloh adalah
adalah menggunakan air yang suci lagi menyucikan pada anggota-anggota badan
yang empat (wajah, tangan, kepala dan kaki) berdasarkan tata cara yang khusus
menurut syariat”. Jadi definisi wudhu bila ditinjau dari sisi syariat adalah
suatu bentuk peribadatan kepada Allah Ta’ala dengan mencuci anggota tubuh
tertentu dengan tata cara yang khusus.
Kafir Kristen pemuja Yesus
bertanya: Apakah
wudhu menjamin Shalat diterima Allah? Saya jawab: ya, wudhu menjamin Shalat
diterima Allah, berdasarkan hadits-hadits shahih berikut ini:
Telah menceritakan kepadaku Ishaq bin Nashr telah menceritakan kepada
kami Abdurrazaq dari Ma'mar dari Hammam dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Allah tidak menerima shalat salah seorang diantara
kalian jika berhadas hingga ia berwudhu." (Shahih Bukhari: 6440)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rafi' telah menceritakan
kepada kami Abdurrazzaq bin Hammam telah menceritakan kepada kami Ma'mar bin
Rasyid dari Hammam bin Munabbih saudara Wahab bin Munabbih, dia berkata,
"Inilah sesuatu yang diceritakan oleh Abu Hurairah kepada kami, dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidak akan
diterima shalat seseorang yang berhadas sehingga dia berwudlu." (Shahih Muslim: 330)
Manakah Yang Paling Penting, Kebersihan Tubuh Atau Hati?
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Datang menghadap Sang Khalik
dalam keadaan tubuh dan pakaian bersih memang tidak salah. Tetapi apakah itu
lebih penting dibandingkan kebersihan hati? Manusia memang terkadang hanya
melihat dan memperhatikan apa yang terlihat oleh mata jasmani. Manusia
cenderung membersihkan 'kotoran-kotoran' yang terlihat oleh mata. Biasanya ia
mengabaikan 'kotoran-kotoran' lain yang seharusnya lebih penting dibersihkan dari
sekedar membersihkan tubuh. Taurat, Kitab I Nabi Besar Samuel 16:7 berkata:
“Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di
depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." Jelas, ayat ini menekankan bahwa
Allah melihat kebersihan hati seseorang yang datang menghadap-Nya. Keadaan hati
lebih utama dibandingkan kebersihan tubuh jasmani. Kalau tubuh bersih dan hati
kotor, penyembah pasti ditolak Allah!
Saya jawab: Jika datang menghadap sang Khalik dalam keadaan tubuh
dan pakaian bersih di anggap tidak salah oleh kafir Kristen pemuja Yesus,
mengapa kemudian mereka mempermasalahkannya?! Umat Islam memang di tuntut untuk
bersih dan suci ketika akan Shalat; baik tubuh, pakaian dan tempat yang akan
digunakan. Tetapi itu bukan berarti umat Islam hanya mementingkan kebersihan
dan kesucian tubuh dan pakaian saja. Kebersihan tubuh atau kebersihan hati
sama-sama pentingnya bagi umat Islam, tidak ada yang lebih penting di antara
keduanya, dan Shalat yang akan didirikan adalah salah satu ikhtiar umat Islam
untuk menjaga kebersihan dan kesucian hati.
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran)
dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al 'Ankabuut: 45)
Bagaimana Mendapatkan “Hati Yang Suci”?
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Dalam Injil Markus 7:21-22, Isa
Al-Masih menekankan: "Dari hati orang timbul segala pikiran jahat,
percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan,
kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan".
Kotoran-kotoran inilah yang seharusnya terlebih dahulu dibersihkan dari tubuh
rohani kita sebelum datang menghadapi-Nya. Bagaimana mungkin kita dapat
memanjatkan setiap doa, sholat, pujian dan penyembahan bila hati masih dipenuhi
oleh 'kotoran-kotoran'? Kotoran hati ini yang membuat kita terlihat menjadi
jijik di hadapan Allah! Sudah jelas Allah menyediakan jalan indah supaya dosa
Saudara dibersihkan, yaitu dengan penebusan dosa oleh darah Yesus.
Saya
jawab: Kafir
Kristen pemuja Yesus mengatakan bahwa dengan menerima Yesus sebagai juru
selamat dan penebus dosa dapat membersihkan hati dari kekotoran. Jika itu
benar, umat Kristen yang telah meyakini Yesus sebagai juru selamat dan penebus
dosa tentunya hati mereka sudah bersih dari kotoran. Tetapi mengapa banyak dari
mereka masih melakukan pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan,
perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat,
kesombongan, dan kebebalan? Jika seandainya dengan meyakini Yesus sebagai juru
selamat dan penebus dosa dapat membuat hati mereka bersih dari kekotoran, tentu
tidak akan banyak pelecehan
seksual di gereja-gereja. Tidak akan ada seorang biarawati
hamil tanpa diketahui siapa yang menghamilinya. Dan kita tidak akan
menemukan sejarah
gelap para paus Katolik. Itu semua merupakan bukti bahwa dengan meyakini
Yesus sebagai juru selamat dan penebus dosa, tidak akan menjamin hati kita
menjadi bersih dari kekotoran, apalagi menjamin kita masuk surga.
0 Response to "Berwudhu, Dapatkah Menjamin Sholat Diterima Allah?"
Posting Komentar
Pastikan komentar anda tidak keluar dari topik, komentar di luar itu tidak akan pernah ditayangkan.