Taqiyyah, secara sederhana,
berarti ‘menyembunyikan kebenaran dengan alasan keselamatan’. Dalam Islam,
memang ada praktik semacam itu, yaitu rukhshah yang diberikan Nabi s.a.w kepada
sahabatnya ‘Ammar bin Yasir r.a. Ketika itu, ‘Ammar r.a sekeluarga disiksa
dengan sangat kejam. Mereka sekeluarga dipaksa mengucapkan kata-kata kekufuran.
Turunlah Qs. An-Nahl: 106 yang memperbolehkan seorang Muslim menyelamatkan
jiwanya dengan berpura-pura kafir. Bunyinya sebagai berikut: “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah
dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi
orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya
dan baginya azab yang besar.” (Qs.
An-Nahl: 106) Tentu saja, aturan ini harus dipandang sebagai rukhshah
(dispensasi/keringanan), bukan aturan dasar. Jika tak ada yang mengancam, kita
tak boleh ucapkan kata-kata kekufuran. Itu aturan dasarnya. Akan tetapi, bagi
kalangan Syi’ah, taqiyyah bahkan dijadikan sebagai salah satu doktrin ‘aqidah.
Ibnu Babawaih al-Qummi, tokoh Syi’ah mengatakan bahwa taqiyyah itu wajib
sebagaimana wajibnya shalat. ‘Kitab hadits’ milik kaum Syi’ah, al-Kafi,
menyatakan bahwa 9 dari 10 bagian dalam agama adalah taqiyyah. Bahkan tokoh
Syi’ah lainnya mengatakan bahwa meninggalkan taqiyyah adalah dosa yang tak
terampuni. Jadi sebelum berbicara lebih banyak masalah taqiyyah, tolong bedakan
terlebih dahulu taqiyyah dalam Islam dan taqiyyah dalam agama Syi’ah.
Islam: Allah, Nabi, dan Mukmin Boleh Berdusta?
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Orang Muslim mengenal dusta
suci atau taqiyyah. Bahkan Allah sendiri pun melakukan dusta taqiyyah tersebut.
Tentang hal itu kita dapat membacanya dalam Qs 3:54, “Orang-orang kafir itu
membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah
sebaik-baik pembalas tipu daya.”
Bukan hanya Allah saja, tetapi
Muhammad juga boleh mendustakan sumpahnya. Sebuah hadistnya mencatat, “Demi
Allah, jikalau saya mengucapkan sebuah sumpah dan kelak ternyata saya menemukan
sesuatu yang lebih baik dari pada itu, maka saya akan melakukan apa yang lebih
baik sambil membatalkan sumpah saya” (H Bukhari No.7,67,427). Bahkan Muhammad
berkata: “Taqiyyah akan berlaku hingga hari kebangkitan” (HSB vol.9, book 89).
Demikianlah Al-Quran mengijinkan
umat Muslim mendustakan sumpahnya. Sebagaimana Muhammad juga melakukan hal
tersebut. Walaupun sumpah itu telah diikat atas nama Allah. Pembatalan ini
bukan dengan meminta pengampunan atau pertobatan. Tapi cukup dengan materi.
Yaitu memberi makanan atau pakaian untuk sepuluh orang miskin. Bagi orang
miskin yang tidak mampu memberi, bisa memilih untuk tiga hari berpuasa (Qs
5:89).
Jawaban Saya: Kafir Kristen pemuja Yesus berkata bahwa Allah s.w.t melakukan
dusta taqiyyah, ayat yang mereka jadikan dalil adalah Ali 'Imran: 54 yang
berbunyi, “Orang-orang kafir itu membuat
tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik
pembalas tipu daya.” Tuduhan seperti ini sering kali di ulang-ulang,
walaupun sudah berkali-kali juga diberikan penjelasan. Kafir Kristen pemuja
Yesus memahami ayat tersebut hanya melalui terjemahan bahasa Indonesia. Makar
dalam ayat tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi tipu daya.
Karena dalam terjemahan bahasa Indonesia terdapat kata tipu, maka mereka
menuduh Allah s.w.t berdusta. Kata tipu daya
dalam terjemahan Al-Qur’an bahasa Indonesia berasal dari kata makar. Sedangkan bohong atau dusta dalam bahasa Arab
adalah kadzab. Kata
makar sering digunakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan tidak satu pun kata makar
dari ayat-ayat tersebut bermakna sebagai dusta atau bohong. Makar adalah
rencana buruk tersembunyi yang ditimpakan kepada seseorang yang menjadi objek
tanpa diketahuinya. Maka makar Allah adalah rencana buruk tersembunyi yang
Allah jalankan terhadap orang-orang kafir yang membuat segala rencana jahat
untuk mematahkan kebenaran tanpa mereka sadari.
Selanjutnya, kafir Kristen pemuja
Yesus berkata bahwa Nabi Muhammad s.a.w dan umat Islam dibolehkan berdusta
dengan asumsi kebolehan membatalkan sumpah dalam ajaran Islam mereka anggap
sama dengan kebolehan berdusta atau berbohong. Apa itu bohong? Bohong adalah
menyatakan sesuatu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada atau menyatakan
sesuatu berlainan dengan yang sebenarnya. Contoh, misalnya seseorang bertanya
kepada anda apakah sudah makan. Anda menjawab belum makan, padahal anda sudah
makan, yang anda lakukan itulah yang di maksud dengan bohong atau dusta, yaitu
menyatakan sesuatu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada atau menyatakan
sesuatu berlainan dengan yang sebenarnya. Dengan melihat definisi bohong
seperti yang sudah saya jelaskan di atas, perbuatan Nabi Muhammad dan umat
Islam yang membatalkan sumpah tidak masuk dalam kategori berbuat bohong. Saya
sarankan kepada misionaris kafir Kristen pemuja Yesus untuk mengambil kursus
bahasa Indonesia, karena kemampuan bahasa Indonesia mereka jeblok di bawah
rata-rata anak sekolah dasar.
Semua orang mungkin sepakat kalau
berdusta adalah salah satu perbuatan yang sangat tercela. Bukan hanya saja
tercela dalam pandangan manusia, tapi juga tercela dalam pandangan Allah
subhanahu wata’ala. Banyak sekali dalil-dalil yang menjelaskan tentang larangan
atau haramnya berdusta, baik di dalam Al-Qur'an maupun Al-Hadits. Allah
subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggung jawabannya”. (Al-Israa’:
36)
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya
malaikat pengawas yang selalu hadir”. (Qaaf:
18)
Dalam hadits Shahih, Rasulullah
s.a.w mengajarkan agar bersikap jujur, karena kejujuran akan membawa pada
kebaikan dan kebaikan akan memperoleh balasan berupa surga. Serta melarang
perbuatan dusta, karena kedustaan itu akan membawa pada kejahatan dan kejahatan akan memperoleh
balasan berupa neraka.
Telah menceritakan kepada kami
Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Jarir dari Manshur dari
Abu Wa`il dari Abdullah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam beliau bersabda: "Sesungguhnya
kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan itu akan membimbing ke
surga, sesungguhnya jika seseorang yang senantiasa berlaku jujur hingga ia akan
dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu akan
mengantarkan pada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke
neraka. Dan sesungguhnya jika seseorang yang selalu berdusta sehingga akan
dicatat baginya sebagai seorang pendusta." (Shahih Bukhari: 5629)
Telah menceritakan kepada kami
Zuhair bin Harb dan 'Utsman bin Abu Syaibah serta Ishaq bin Ibrahim. Ishaq berkata;
Telah mengabarkan kepada kami Sedangkan yang lainnya berkata; Telah
menceritakan kepada kami Jarir dari Manshur dari Abu Wail dari 'Abdullah dia
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya kejujuran itu akan membimbing pada kebaikan. Dan
kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur
maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu akan
mengantarkan pada kejahatan. Dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka.
Seseorang yang memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai
pendusta." (Shahih Muslim:
4719)
Walaupun Islam mengajarkan untuk
bersikap jujur dan menjauhi dusta, ada beberapa macam dusta yang tidak di
anggap dosa. Yaitu kebohongan seseorang yang dimaksudkan untuk mendamaikan
manusia lainnya, kebohongan dalam peperangan, dan kebohongan suami terhadap
istri atau sebaliknya untuk kebaikan hidup dalam rumah tangga.
Telah menceritakan kepada kami Ar
Rabi' bin Sulaiman Al Jizi berkata, telah menceritakan kepada kami Abul Aswad
dari nafi' -maksudnya Nafi' bin Yazid- dari Ibnul Hadi bahwa Abdul Wahhab bin
Abu Bakr menceritakan kepadanya, dari Ibnu Syihab dari Humaid bin 'Abdurrahman
dari ibunya Ummu Kultsum binti Uqbah ia berkata, "Aku tidak pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam memberi keringanan untuk berbohong kecuali pada tiga tempat.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan: "Aku tidak
menganggapnya sebagai seorang pembohong; seorang laki-laki yang memperbaiki hubungan
antara manusia. Ia mengatakan suatu perkataan (bohong), namun ia tidak
bermaksud dengan perkataan itu kecuali untuk mendamaikan. Seorang laki-laki
yang berbohong dalam peperangan. Dan seorang laki-laki yang berbohong kepada
isteri atau isteri yang berbohong kepada suami (untuk kebaikan)." (Sunan Abu Daud: 4275)
Telah menceritakan kepada kami
Abdurrahman bin Mahdii telah menceritakan kepada kami Daud bin Abdurrahman dari
Ibnu Hutsaim dari Syahr bin Hausyab dari Asma' binti Yazid bahwa dia telah
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah, kemudian beliau
bersabda: "Wahai sekalian manusia,
apa yang mendorong kalian ikut-ikutan berdusta sebagaimana anai-anai berebut ke
api, setiap perbuatan dusta akan dicatat atas anak adam kecuali tiga hal; seorang
suami yang berbohong kepada isterinya supaya isterinya ridla, atau seseorang
yang berdusta dalam rangka strategi perang dan seseorang yang berbohong di
antara kedua belah pihak dari kaum muslimin untuk mendamaikan keduanya."
(Musnad Ahmad: 26289)
Dusta dan Kebohongan Dalam Kristen
Bibel Perjanjian Lama atau Taurat
menganjurkan bangsa Israel untuk menjauhkan diri dari perkara dusta (Keluaran 23:7) dan melarang mereka untuk
berbohong (Imamat 19:11), seseorang
yang melanggarnya harus menyediakan korban penebus salah. Tetapi bagi kafir
Kristen pemuja Yesus hukum tersebut sudah tidak harus dipatuhi, karena bagi
mereka hukum Taurat sudah digenapi dan dibatalkan dengan mati dan bangkitnya
Yesus dari kubur. Oleh sebab itu, janganlah heran jika anda menemukan banyaknya
kasus penipuan yang dilakukan oleh kafir Kristen pemuja Yesus, khususnya dalam
usaha mereka untuk sebanyak mungkin menyesatkan manusia. Di antaranya mereka
membuat pengakuan atau kesaksian-kesaksian palsu seseorang yang mengaku Habib,
Kiai, Ustad atau dukun yang dikatakan murtad dan bertaubat setelah berjumpa dengan
Yesus dalam mimpi. Mereka juga kerap membayar seseorang untuk berpura-pura
sakit untuk kemudian pura-pura disembuhkan oleh pastor dalam sebuah acara
kebaktian. Itu semua mereka lakukan -selain karena alasan hukum Taurat sudah
dibatalkan- juga karena Paulus telah menyatakan, “Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi
kemuliaan-Nya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa?” (Roma 3:7).
Bukan hanya kafir Kristen pemuja
Yesus saja yang sering berbohong atau berdusta, Tuhan dalam Bible Perjanjian
Lama juga berbohong. Ketika Dia berkata kepada Adam agar jangan memakan buah
dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat sebab di hari ketika
Adam memakannya pasti akan mati. Adam yang tidak mendengarkan larangan Tuhan
dan tetap memakan buah tersebut tidak mati di hari ketika ia memakan buah itu
sebagaimana dikatakan oleh Tuhan. Adam mati setelah berumur sembilan ratus tiga
puluh tahun (Kejadian 5:5). Untuk
menutupi kebohongan Tuhan ini gereja kemudian menafsirkan kata “mati” dengan mati
rohani, yaitu terputusnya hubungan manusia dengan Tuhan, bukan mati secara
fisik. Itu adalah cara akal-akalan gereja untuk menutupi kebohongan Tuhan
mereka. Bahkan Yesus yang di sebut-sebut tidak memiliki natur dosa sebagaimana
manusia lainnya, ternyata juga pernah berbohong. Ketika Yesus di ajak oleh
saudara-saudaranya untuk datang ke sebuah pesta, Yesus menolak ajakan tersebut
dengan alasan waktunya belum genap. Namun ketika saudara-saudaranya sudah pergi
ke pesta, dengan diam-diam Yesus pergi juga ke pesta tersebut, padahal
sebelumnya Yesus menolak dengan alasan waktunya belum genap (Yohanes 7:8-10).
Terakhir, kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Isa adalah satu-satunya
kebenaran dan musuh dari kebohongan. Baik Al-Quran maupun Alkitab tidak pernah
menuliskan bahwa Isa pernah berdusta. Sebaliknya, Al-Quran berkata Isa Al-Masih
adalah satu-satunya Pribadi yang pernah lahir ke dunia hingga kematian-Nya
dalam keadaan suci (Qs 19:19).
Jawaban saya: Al-Qur’an memang tidak pernah mengatakan Nabi Isa a.s
pernah berdusta, tetapi Bible Perjanjian Baru pernah menyebutkan Yesus pernah
berdusta kepada saudara-saudaranya (Yohanes
7:8-10), jadi sangat salah kalau mereka bilang Al-Kitab tidak pernah
menyebutkan Yesus pernah berdusta. Sangat aneh juga kalau kafir Kristen pemuja
Yesus mengatakan Yesus satu-satunya kebenaran dan musuh kebohongan, sementara
Yesus sendiri pernah menipu saudara-saudaranya. Al-Qur’an memang menyebut Nabi
Isa a.s lahir dalam keadaan suci (Maryam:
19), ayat tersebut adalah diturunkan sebagai sanggahan terhadap tuduhan
orang-orang Yahudi yang menyebut Mariam hamil karena zina (Maryam: 28). Dan, perlu juga diketahui, bukan hanya Nabi Isa a.s
saja yang lahir dengan suci, menurut Islam semua manusia yang lahir ke dunia
dalam keadaan suci sebagaimana dalam hadits sahih Rasulullah s.a.w bersabda, “Seorang
bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian
(fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi,
Nasrani, ataupun Majusi” (Shahih Muslim:
4803). Demikian tanggapan saya.
0 Response to "Berkenankah Allah Pada Dosa Suci Atau Taqiyyah?"
Posting Komentar
Pastikan komentar anda tidak keluar dari topik, komentar di luar itu tidak akan pernah ditayangkan.