Dapatkah
seorang pria atau wanita yang tidak suci berdiri di hadapan Allah?
Semua
agama, khususnya agama Yahudi, Islam, dan Kristen percaya bahwa Allah Maha
Suci. Dan memang demikianlah adanya, Allah Maha Suci! Kitab Suci Allah
menuliskan “Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan” (Injil,
Surat Ibrani 12:29). Apa saja yang tidak suci di mata Allah, akan dibakar
habis. Tidak ada dosa yang tertinggal dimana Allah berada (Kitab Nabi Yesaya
6:7). Jika seseorang ingin masuk surga dan tinggal bersama dengan Allah, maka
haruslah ia sungguh-sungguh suci! Bagaimana pandangan Islam tentang kesucian?
Menurut pendapat orang-orang Muslim, menjadi suci bergantung pada apa yang
dilakukannya. Penekanannya ialah pada perbuatannya.
Orang Yang Tidak Suci Terpisah dari
Allah
Kafir Kristen Pemuja Yesus menulis: Seorang
Muslim wajib berwudhu sebelum sholat. Penyucian dimaksudkan bertujuan
untuk membersihkan diri dari kenajisan, agar dapat menghadap Allah. Bila
bersentuhan dengan lawan jenis, akan dianggap najis dan wajib untuk berwudhu
kembali.
Bagi
wanita Muslim, ada saat-saat tertentu dimana mereka tidak dapat menghadap
Allah. Yaitu ketika dia dalam masa datang bulan (haid). Wanita yang sedang haid
juga tidak diperkenankan memegang Al-Quran bahkan tidak diijinkan masuk ke
dalam Masjid. Selama masa-masa haid tersebut, wanita Muslim terpisah dari
Allah. Ia harus menunggu hingga masa haidnya selesai, baru kemudian dapat
melakukan aktivitas keagamaannya.
Jawaban Saya: Kafir Kristen pemuja
Yesus yang tidak tahu apa-apa tentang Islam, berbicara mengenai Islam seolah mereka
tahu benar tentang Islam. Mereka mengatakan seorang Muslim yang telah suci
setelah wudhu, harus kembali berwudhu bila bersentuhan dengan lawan jenis
karena di anggap najis. Sampai di sini terlihat kalau kafir Kristen pemuja
Yesus tidak dapat membedakan antara najis dan hadats. Bersentuhan kulit dengan
lawan jenis tidak membuat najis. Bersentuhan kulit dengan lawan jenis adalah
salah satu sebab seseorang berhadats. Jika terjadi setelah berwudhu maka
wudhunya batal dan harus di ulang kembali. Jadi yang menyebabkan seseorang
harus mengulang wudhu adalah jika dia berhadats, bukan karena kena najis.
Kafir
Kristen pemuja Yesus mengatakan bahwa seorang wanita yang sedang haid dianggap
najis. Sehingga dia tidak diperkenankan untuk beribadah termasuk berpuasa
sampai masa haidnya selesai. Itu tidak benar. Islam tidak pernah menganggap
wanita yang sedang haid sebagai wanita najis. Wanita haid dalam Islam di anggap
berhadats, bukan najis. Larangan Shalat bagi Muslimah yang sedang haid harusnya
tidak perlu dipermasalahkan oleh kafir Kristen pemuja Yesus. Hal itu karena
dalam Bible Perjanjian Lama juga terdapat larangan bagi wanita haid untuk
beribadah, sebagaimana ayat di bawah ini:
Apabila seorang perempuan mengeluarkan
lelehan, dan lelehannya itu adalah darah dari auratnya, ia harus tujuh
hari lamanya dalam cemar kainnya, dan setiap orang yang kena kepadanya, menjadi
najis sampai matahari terbenam. (Imamat
15:19)
"Perintahkanlah kepada orang Israel,
supaya semua orang yang sakit kusta, semua orang yang mengeluarkan lelehan, dan
semua orang yang najis oleh mayat disuruh meninggalkan tempat perkemahan; baik
laki-laki maupun perempuan haruslah kausuruh pergi; ke luar tempat perkemahan
haruslah mereka kausuruh pergi, supaya mereka jangan menajiskan tempat
perkemahan di mana Aku diam di tengah-tengah mereka." Maka orang Israel
berbuat demikian, mereka menyuruh orang-orang itu meninggalkan tempat
perkemahan; seperti yang difirmankan TUHAN kepada Musa, demikianlah diperbuat
orang Israel. (Bilangan 5:2-4)
Islam
tidak pernah menganggap najis wanita yang sedang haid. Kafir Kristen pemuja
Yesus menganggap wanita haid dalam Islam adalah najis, karena mereka menyamakan
antara hukum Islam dan hukum Taurat dalam hal wanita haid. Menurut hukum
Taurat, wanita yang sedang haid atau menstruasi memang di anggap najis.
Sehingga segala sesuatu yang bersentuhan dengan mereka, segala yang di duduki
menjadi najis pula. Orang yang terkena oleh sesuatu yang telah tersentuh
oleh perempuan yang sedang menstruasi menjadi najis pula. Oleh karena itu,
perempuan yang sedang menstruasi dalam adat Yahudi harus dikucilkan dalam
sebuah kamar agar tidak membuat najis semua yang di sentuhnya. Sebagaimana
ayat-ayat di bawah ini:
19
Apabila seorang perempuan mengeluarkan lelehan, dan lelehannya itu adalah darah
dari auratnya, ia harus tujuh hari lamanya dalam cemar kainnya, dan setiap
orang yang kena kepadanya, menjadi najis sampai matahari terbenam. 20
Segala sesuatu yang ditidurinya selama ia cemar kain menjadi najis. Dan segala
sesuatu yang didudukinya menjadi najis juga. 21 Setiap orang
yang kena kepada tempat tidur perempuan itu haruslah mencuci pakaiannya,
membasuh tubuhnya dengan air dan ia menjadi najis sampai matahari
terbenam. 22 Setiap orang yang kena kepada sesuatu barang
yang diduduki perempuan itu haruslah mencuci pakaiannya, membasuh diri dengan
air dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam. 23 Juga
pada waktu ia kena kepada sesuatu yang ada di tempat tidur atau di atas barang
yang diduduki perempuan itu, ia menjadi najis sampai matahari terbenam. 24 Jikalau
seorang laki-laki tidur dengan perempuan itu, dan ia kena cemar kain perempuan
itu, maka ia menjadi najis selama tujuh hari, dan setiap tempat tidur yang
ditidurinya menjadi najis juga. (Imamat 15:19-24)
Syariat
Islam juga mengatur wanita yang sedang haid atau menstruasi, namun tidak
sekejam hukum Taurat. Wanita yang sedang haid atau menstruasi menurut syariat
Islam tidak di anggap najis dan membuat najis apapun
yang disentuhnya. Yang di anggap najis dalam syariat Islam hanya lelehannya
saja, bukan wanita yang sedang menstruasi. Syariat Islam hanya menganggap wanita
yang sedang menstruasi itu berhadats atau tidak suci, sehingga diberi
kelonggaran untuk tidak Shalat, Puasa, menyentuh dan membaca Al-Qur’an, dll.
Oleh karena itu, menurut hukum Islam, wanita yang sedang menstruasi dapat tetap
beraktifitas seperti biasa, baik di luar atau pun di dalam rumah. Hukum ini
jauh lebih baik, lebih sempurna dan lebih bermartabat dari pada hukum Taurat
yang menganggap wanita haid sebagai wanita najis.
Suci di Luar atau di Dalam?
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Kitab
Suci Injil menjelaskan bahwa tidak ada sesuatu pun di luar seseorang yang
dapat menyucikannya. Tidak ada perbuatan atau upacara agama yang dapat
menyucikan seseorang, dan menjadikannya layak diterima oleh Allah. Isa Al-Masih
mengajarkan kepada orang-orang yang beragama, agar tidak bergantung pada
perbuatan-perbuatan untuk menjadi suci di hadapan Allah. “Apapun
dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa
yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya" (Injil, Rasul
Markus 7:15).
Jawaban Saya: Kafir Kristen pemuja
Yesus mengatakan bahwa Injil Kristen menjelaskan tidak ada sesuatu pun di luar
seseorang yang dapat menyucikan. Ayat yang mereka kutip adalah ayat berikut
ini;
Apapun dari luar, yang masuk ke dalam
seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang,
itulah yang menajiskannya." (Markus
7:15).
Ayat
di atas sama sekali tidak berbicara mengenai bisa atau tidaknya seseorang
menyucikan dirinya dari sesuatu yang ada dari luar. Ayat tersebut merupakan
perumpamaan yang digunakan oleh Yesus, untuk mengajarkan bahwa makanan tidak
dapat membuat seseorang menjadi najis atau berlaku jahat. Karena makanan hanya
akan masuk ke dalam perut dan di buang ke jamban. Yang dapat membuat seseorang
menjadi najis atau berlaku jahat, seperti pikiran jahat, percabulan, pencurian,
pembunuhan, perzinahan, keserakahan,
kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan
adalah berasal dari dalam, dari hati seseorang. Perumpamaan yang ada di Markus
7:15 tidak akan dapat dimengerti dengan baik jika tidak membaca ayat-ayat
setelahnya. Kafir Kristen pemuja Yesus sengaja hanya mengutip Markus 7:15
supaya dapat membohongi orang lain dengan ucapan-ucapan mereka.
Sesudah Ia masuk ke sebuah rumah untuk
menyingkir dari orang banyak, murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya tentang
arti perumpamaan itu. Maka jawab-Nya: "Apakah kamu juga tidak dapat
memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke
dalam seseorang tidak dapat menajiskannya,
karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang
di jamban?" Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal. Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari
seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul
segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan,
kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua
hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:17-23)
Hanya Isa Al-Masih Dapat Menjadikan
Seseorang Suci
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Mustahil
bagi seseorang dapat melakukan perbuatan baik, sehingga dapat menjadikannya
cukup suci untuk berdiri di hadapan Allah. Sejuta perbuatan baik dan upacara
agama, tetap tidak dapat membuat seseorang menjadi cukup suci, untuk tinggal
bersama dengan Allah di surga-Nya.
Hanya
ada satu cara, satu jalan saja. Yaitu iman kepada Isa Al-Masih! Dan kematian-Nya
di kayu salib adalah rahasia yang dapat menghasilkan kesucian yang
dituntut oleh Allah. Hanya darah Sang Juruselamat yang dapat membersihkan
dosa-dosa kita dan membuat kita suci di hadapan Allah.
Jawaban Saya: Kafir
Kristen pemuja Yesus dalam setiap tulisannya memang selalu menafikan amal
sebagai sarana seseorang untuk dapat masuk surga. Tujuannya tidak lain agar
setiap orang (terutama Muslim) tidak bergantung pada amal saleh sebagai salah
satu upaya dalam mencapai keselamatan, sehingga dengan mudah kafir Kristen
pemuja Yesus dapat menjerumuskan seorang Muslim ke neraka dengan mengikuti
jejak mereka sebagai pemuja Yesus.
Dalam Taurat,
perbuatan baik juga dapat menolong manusia dari hukuman Allah. Pengampunan dosa
dalam Bibel Perjanjian Lama selalu tidak dapat dipisahkan dengan korban
persembahan darah binatang. Binatang itu bisa berupa lembu, kambing, domba,
burung merpati dan burung tekukur. Misalkan seseorang berbuat dosa dengan
melakukan satu hal yang dilarang oleh Tuhan, maka ia bersalah dan harus membawa
kepada imam seekor domba jantan yang tidak bercela sebagai korban penebus salah
(Imamat 5:17-18). Setelah itu sang imam harus menyembelih domba jantan tersebut
pada sisi mezbah sebelah utara di hadapan Tuhan dan menyiramkan darahnya pada
mezbah sekelilingnya. Memotong-motong menurut bagian-bagian tertentu
bersama-sama kepalanya dan lemaknya di atur oleh imam di atas kayu yang sedang
menyala di atas mezbah. Demikian juga isi perut dan betisnya haruslah
dibasuhnya dengan air dan seluruhnya itu haruslah dipersembahkan oleh imam dan
dibakar di atas mezbah yang baunya menyenangkan bagi TUHAN (Imamat 1:10-13). Dari sini kita
ketahui bahwa ternyata tujuan dari korban tebusan adalah untuk menyenangkan Tuhan.
Sekarang apa itu
perbuatan baik dan apa itu perbuatan buruk? Perbuatan baik itu perbuatan yang
dapat menyenangkan Tuhan dan perbuatan buruk itu perbuatan yang di benci Tuhan.
Korban tebusan yang diperintahkan Tuhan dalam hukum Taurat ternyata bertujuan
untuk menyenangkan Tuhan. Oleh karena dapat menyenangkan Tuhan, mempersembahkan
korban tebusan termasuk perbuatan baik dan perbuatan baik itu ternyata dapat
menutupi kesalahan atau perbuatan buruk orang yang berbuat dosa sehingga dapat
menolong dari hukuman Allah.
Kafir Kristen pemuja Yesus mengatakan perbuatan
baik tidak dapat menolong dari hukuman Allah. Padahal Yesus sendiri ketika
ditanyai oleh seseorang, dengan perbuatan baik apakah
yang diperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal, Yesus tidak mengatakan hidup
yang kekal tidak dapat dicapai dengan perbuatan baik. Sebaliknya Yesus justru
menjawab pertanyaan tersebut dengan menyebutkan beberapa hukum Taurat (Matius
19:16-18). Di ayat lainnya Yesus juga mendorong murid-muridnya untuk
mengumpulkan pahala dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik untuk memperoleh
hidup yang kekal (Matius 6:19-20). Itu semua adalah bukti bahwa perbuatan baik
ternyata dapat menolong dari hukuman Allah.
Jalan Kepada Kesucian
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Kitab
Suci Allah menjelaskan, “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah
kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan
cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus telah ditentukan
Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya
untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah
terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya”(Injil, Surat Roma 3:23-25).
Ketika
seseorang telah menerima penebusan dalam Isa Al-Masih, maka ia adalah suci di
hadapan Allah. Seseorang yang menggantungkan keselamatannya kepada ritual
agama, maka semua akan sia-sia. Karena ritual agama tidak dapat membuat
seseorang cukup suci di hadapan Allah!
Jawaban Saya: Roma itu surat kiriman
Paulus, bukan kitab suci Allah dan Paulus sendiri telah mengakui segala
ucapannya bukan menurut firman Tuhan, tetapi ucapan orang bodoh yang merasa
boleh sombong: Apa yang aku katakan, aku mengatakannya bukan sebagai
seorang yang berkata menurut firman Tuhan, melainkan sebagai seorang bodoh yang
berkeyakinan, bahwa ia boleh bermegah (2Korintus 11:17). Jadi
tidak ada gunanya terus-terusan mempercayai ucapan Paulus.
Kafir
Kristen pemuja Yesus menganggap darah Yesus yang di anggap mati di kayu salib
dapat menyucikan dosa-dosa manusia, padahal Yesus sendiri bukanlah manusia suci
yang terbebas dari dosa. Oleh karena Yesus bukan manusia suci yang terbebas
dari dosa, maka Yesus
bukan tebusan yang sempurna. Karena Yesus bukan tebusan yang sempurna,
orang-orang yang menjadikan Yesus sebagai korban penebus dosa tidak akan
tertebus dosanya dan tidak akan memperoleh kesucian dan keselamatan dengan
menjadikan Yesus sebagai korban penebus dosa.
0 Response to "Menjadi Mukmin, Cukup Sucikah Masuk Surga?"
Posting Komentar
Pastikan komentar anda tidak keluar dari topik, komentar di luar itu tidak akan pernah ditayangkan.