Ramadhan hampir
berakhir dan seluruh Muslim bersiap menyambut Idul Fitri. Idul Fitri juga
dimaknai penganut agama Islam sebagai ‘kembali ke fitrah’ atau kembali kepada
keadaan semula sebagaimana saat manusia itu dilahirkan.
Manakah yang
terpenting, kembali ke fitrah atau menjadi benar di hadapan Allah? Jawaban dari
pertanyaan ini akan menolong kita mempunyai perspektif yang benar, bahwa hari
pembalasan Allah bukanlah momok yang mengerikan lagi.
Keadaan Manusia di Awal Penciptaan
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Islam mengajarkan bahwa
semua bayi lahir dalam keadaan suci. Ajaran itu tentu tidak salah sepenuhnya.
Namun ada hal yang terlupakan oleh kita, bahwa dalam diri setiap manusia
terdapat naluri sebagai pendosa. Naluri pendosa ini sudah ada, bahkan sejak
kita masih dalam kandungan. “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan,
dalam dosa aku dikandung ibuku” (Zabur, Kitab Mazmur 51:7).
Seumur hidup,
sekuat tenaga kita berusaha agar dosa-dosa kita semakin berkurang, bahkan bila
memungkinkan semua dosa terbayar lunas. Salah satu cara adalah melakukan ibadah
puasa Ramadhan, yang diyakini sebagai bulan penuh berkah dan kebaikan. Sebab
bagi mereka yang berpuasa Ramadhan, disediakan satu pintu khusus ke sorga,
yaitu pintu ar-Rayyan (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad). Bagaimanapun juga, belum ada seorang Muslim yang betul-betul kembali ke
fitrah, walaupun sungguh-sungguh berusaha.
Disamping itu,
ayat lain dalam Al-Quran menuliskan, “Barangsiapa berbuat dosa dan ia telah
diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”
(Qs 2:81).
Jawaban Saya: Dalam agama Islam semua bayi yang lahir dalam
keadaan suci, sebagaimana Rasulullah SAW
bersabda, “Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia
berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan
membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi” (Shahih Muslim: 4803). Dalam Hadits Shahih tersebut, Nabi Muhammad SAW
menyatakan semua bayi lahir dalam kesucian (fitrah). Bayi tersebut akan tetap
dalam kesucian (fitrah), selama kedua orang tuanya tidak menjadikannya Yahudi,
Nasrani (Kristen) atau Majusi. Ini artinya, penyebab manusia kehilangan
kefitrahan dirinya ketika mereka beragama dengan agama selain Islam. Hal
tersebut sangat bertentangan dengan ajaran Kristen. Dalam Kristen terdapat yang
namanya dosa asal. Yaitu dosa warisan dari Adam dan Hawa akibat keduanya
melanggar perintah Tuhan untuk tidak mendekati sebuah pohon di surga. Dosa asal
ini hanya dapat disucikan dengan menjadikan Tuhan sebagai korban penebus dosa. Oleh
karenanya begitu seorang anak lahir ke dunia, dia sudah membawa dosa teramat
besar.
Adam dan Hawa diciptakan Allah SWT dengan memiliki naluri untuk dapat
berbuat dosa. Itulah sebabnya, walaupun mereka berdua hidup di dalam surga,
mereka masih dapat berbuat dosa. Naluri yang ada pada Adam dan Hawa inilah yang
kemudian diwariskan kepada anak cucunya sampai kita sekarang ini. Jadi bukan
karena Adam berdosa lalu kita sekarang juga ikutan dapat berbuat dosa. Kita
dapat berbuat dosa adalah karena Allah SWT memberikan naluri tersebut kepada
Adam dan Hawa, yang kemudian mewariskannya kepada anak cucunya sampai kita
sekarang. Adam dan Hawa memang telah berdosa karena memakan buah dari pohon
yang Allah SWT larang untuk mendekatinya, tetapi dosa keduanya tidak menjalar
sampai ke anak cucunya. Perbuatan dosa yang Adam dan Hawa lakukan hanya menimpa
diri mereka sendiri. Mereka telah bertaubat, memohon ampun kepada Allah SWT dan
Allah SWT menerima taubat mereka dan mengampuni keduanya. Oleh karena itulah,
dalam Islam tidak dikenal adanya dosa asal atau dosa waris.
Keduanya (Adam dan Hawa) berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya
diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat
kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (Al A'raaf: 23)
“Kemudian Tuhannya memilihnya, maka Dia menerima taubatnya dan memberinya
petunjuk”. (Thaahaa: 122)
Memang benar, sebesar apa pun usaha kita untuk
bersih dari dosa, tetap saja kita tidak akan dapat benar-benar melepaskan diri
dari dosa. Tetapi Allah SWT tidak meminta hamba-hambanya untuk hidup tanpa
berbuat dosa. Kita hanya diwajibkan untuk bertaubat apabila berdosa. Mudah bagi
Allah SWT apabila ingin membuat manusia agar
dapat hidup tanpa dosa sebagaimana Malaikat. Tapi Allah SWT tidak menghendaki
itu. Allah SWT lebih menyukai manusia yang dapat berbuat dosa kemudian memohon
ampunan atas dosanya, dari pada manusia yang dapat hidup tanpa dosa. Bahkan
jika manusia tidak berbuat dosa sama sekali, Allah SWT akan memusnahkan mereka
semua dan akan menciptakan umat yang pernah berbuat dosa;
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: 'Demi Dzat yang jiwaku di
tangannya, seandainya kamu sekalian tidak berbuat dosa sama sekali,
niscaya Allah akan memusnahkan kalian. Setelah itu, Allah akan mengganti kalian
dengan umat yang pernah berdosa. Kemudian mereka akan memohon ampunan
kepada Allah dan Allah pun pasti akan mengampuni mereka.'" (Shahih
Muslim: 4936)
Seperti halnya amal-amal Shaleh lainnya, puasa Ramadhan yang dilakukan umat
Islam tidak dapat menjadikan seorang Muslim dapat hidup tanpa berbuat dosa.
Umat Islam berpuasa Ramadhan bukan agar dapat hidup tanpa berbuat dosa. Umat
Islam berpuasa Ramadhan dengan harapan memperoleh rahmat dan ampunan-Nya,
sebagaimana yang telah Allah SWT janjikan.
Tidak berbeda dengan kalian kafir Kristen pemuja Yesus. Kalian percaya
dengan menjadikan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat akan dapat menyucikan
dosa. Kalian percaya dengan menjadikan Yesus sebagai korban penebus dosa akan
dapat hidup suci. Alasan kalian menjadikan Yesus sebagai korban penebus dosa
untuk menyucikan diri dari dosa asal. Jika disalibnya Yesus kalian anggap dapat
menyucikan diri dari dosa asal, bukankah seharusnya orang-orang Kristen sudah dapat
hidup suci tanpa berbuat dosa? Tetapi kenyataannya tidak seperti itu! Kafir
Kristen pemuja Yesus yang telah menjadikan Yesus sebagai korban penebus dosa
ternyata masih dapat kembali berbuat dosa. Bukan hanya kafir Kristen yang awam,
setingkat Paus, Romo, Pastor, Pendeta dan biarawan-biarawati saja masih dapat
berbuat dosa. Baru-baru ini ada seorang Pendeta yang membunuh anak angkatnya
dan menyetubuhi mayatnya. Perbuatan tersebut dilakukan sang Pendeta di kamar mandi
Gereja di mana dia menjadi imam.
Itu artinya yang selama ini selalu digembar-gemborkan kafir Kristen bahwa
dengan menjadikan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat akan dapat menyucikan
diri dari perbuatan dosa ternyata hanya hoak saja. Mereka telah tertipu dengan
dogma gereja dan berusaha menipu umat Islam.
Menyinggung masalah puasa Ramadhan umat Islam, kafir Kristen pemuja Yesus
mengatakan bahwa belum ada seorang Muslim yang betul-betul kembali ke fitrah,
walaupun sungguh-sungguh berusaha. Ini bualan mereka saja. Tahu dari mana
mereka kalau tidak ada seorang Muslim yang betul-betul kembali ke fitrah?
Masalah siapa yang memperoleh rahmat dan ampunan Allah SWT setelah menjalani
puasa Ramadhan itu masalah ghaib, yang hanya Allah SWT sendiri yang tahu. Yang
dapat dilakukan oleh umat Islam hanyalah berdoa dan berbaik sangka kepada Allah
SWT.
Kafir pemuja
Yesus mengutip sebuah ayat Al-Qur’an yang artinya, “(Bukan demikian),
yang benar: barang siapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya,
mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (Al-Baqarah:
81). Ayat tersebut sudah sering di kutip oleh kafir
Kristen pemuja Yesus dan sudah sering pula saja jawab. Seperti enggak ada
malunya mereka itu.
Sekali lagi saya jawab, Al-Baqarah: 81 merupakan
jawaban Allah atas klaim orang-orang Yahudi yang mengaku bahwa mereka masuk
neraka cuma dalam hitungan beberapa hari saja. Allah menyatakan bahwa mereka
adalah orang-orang yang berdosa dan diliputi oleh dosanya, serta mengancam
orang-orang Yahudi dengan azab neraka yang kekal, bukan hanya beberapa hari
seperti yang mereka klaim. Setelah itu Allah melanjutkan firman-Nya, “Dan orang-orang
yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka
kekal di dalamnya” (Al-Baqarah: 82). Ini adalah harapan
bagi orang-orang Yahudi yang pada ayat sebelumnya Allah SWT telah mengancam mereka
dengan kekal di neraka. Kecuali jika di antara mereka mau beriman dengan
menerima Islam sebagai agama dan beramal saleh, maka Allah akan menempatkan
mereka dalam surga dan mereka kekal di dalamnya. Itu makna kedua ayatnya.
Kembali ke fitrah atau Menjadi Benar di Hadapan
Allah?
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Memang, intropeksi diri
selama bulan Ramadhan adalah penting. Sehingga setelah Ramadhan selesai, kita
bisa berada dalam norma-norma dan ajaran agama yang
benar. Tetapi hal tersebut belumlah cukup membuat
kita layak di hadapan Allah, karena Ia tidak akan pernah mentolerir sedikit
dosa pun masuk ke dalam sorga-Nya yang kudus.
Lantas, apa yang
harus kita lakukan agar Allah memandang kita sebagai orang yang benar dan layak
masuk ke dalam sorga-Nya? Dalam Kitab Allah tertulis, “Lebih-lebih,
karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya [lewat kematian Isa
disalib], kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah” (Injil, Surat Roma 5:6).
Patut kita
mengucap syukur kepada Allah, karena kasih dan kemurahan-Nya, kita bisa menjadi
benar di hadapan-Nya melalui pengorbanan Isa Al-Masih. “ . . . sebab hal itu
telah dilakukan-Nya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan
diri-Nya sendiri [Isa Al-Masih] sebagai korban” (Injil, Surat Efesus 7:27).
Jawaban Saya: Muhasabah atau
intropeksi diri selama bulan Ramadhan adalah baik walaupun itu bukan amalan
pokok di dalam bulan Ramadhan. Ibadah pokok di bulan Ramadhan adalah berpuasa
dan menghidupkan malamnya dengan Shalat dan membaca Al-Qur’an. Tujuan dari
Muhasabah atau indropeksi diri adalah untuk menghitung diri dengan amal-amal
perbuatan yang pernah dilakukan di masa-masa yang telah lalu. Bukan agar berada
ajaran agama yang benar setelah Ramadhan selesai, karena Allah SWT tidak akan
menerima agama selain dari pada agama Islam (Ali 'Imran: 85), dan hanya Islam
agama satu-satunya yang di ridhai oleh Allah SWT (Al Maa'idah: 3).
Memang betul kalau hanya Muhasabah atau intropeksi diri tentu belumlah
cukup membuat kita layak di hadapan Allah. Tetapi itu bukan amalan pokok di
bulan Ramadhan. Ibadah pokok di bulan Ramadhan sendiri adalah berpuasa dan
menghidupkan malamnya dengan Shalat dan membaca Al-Qur’an. Puasa di bulan
Ramadhan merupakan perintah Allah SWT, juga Shalat dan membaca Al-Qur’an. Maka tentulah
akan menjadikan seorang Muslim benar di hadapan Allah SWT.
“Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan
oleh darah-Nya [lewat kematian Isa disalib], kita pasti akan diselamatkan dari
murka Allah” (Injil, Surat Roma 5:6). Ayat ini berasal dari surat kiriman
Paulus dan bukanlah firman Allah. Kafir Kristen pemuja Yesus berdalil dengan
surat-surat Paulus, padahal Paulus sendiri mengakui segala ucapannya bukan menurut firman
Tuhan, tetapi ucapan orang bodoh yang merasa boleh sombong: Apa yang
aku katakan, aku mengatakannya bukan sebagai seorang yang berkata menurut
firman Tuhan, melainkan sebagai seorang bodoh yang berkeyakinan, bahwa ia boleh
bermegah (2Korintus 11:17). Karena
semua surat-surat kiriman Paulus merupakan ucapan orang bodoh, maka tidak ada
alasan bagi siapa pun untuk mempercayainya.
0 Response to "Mukmin – Kembali ke Fitrah Atau Menjadi Benar di Hadapan Allah?"
Posting Komentar
Pastikan komentar anda tidak keluar dari topik, komentar di luar itu tidak akan pernah ditayangkan.