Apakah Anda
sudah mengantongi jawaban yang benar, siapa nama anak yang dikorbankan Nabi
Ibrahim? Ismail ataukah Ishak? Keberanian Nabi Abraham (Ibrahim) untuk
mengorbankan anaknya menjadi cerita yang menarik. Adakah sinkronisasi antara
Alkitab dan Al-Quran dalam mengisahkan hal tersebut?
Meyakini Firman Allah ataukah Mimpi?
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Berawal ketika Allah
mencobai Abraham. “Ia berfirman kepadanya: “Abraham,” lalu sahutnya: “Ya,
Tuhan.” Firman-Nya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi,
yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai
korban bakaran…” (Kitab Taurat, Kejadian 22:1-2).
Kira-kira 2600
tahun kemudian, Al-Quran menuliskan kembali kisah tersebut. Qs 37:102 “Maka
tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)… Ibrahim berkata: “Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu…”
Jawaban Saya: Mimpi yang dilihat oleh Nabi Ibrahim AS tersebut
adalah benar wahyu dari Allah SWT. Jika mimpi tersebut tidak benar wahyu dari
Allah SWT, tentu Nabi Ismail AS akan mati. Jika mimpi tersebut tidak benar wahyu dari
Allah SWT , tentu Allah SWT tidak akan berfirman kepada Nabi Ibrahim AS:
Sesungguhnya kamu telah
membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik. (Ash Shaaffaat: 105)
Ketidaksinkronan Wahyu Allah
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Beberapa pertanyaan
muncul. Pertama, Alkitab mencatat Tuhan sendiri berfirman kepada Abraham.
Lantas mengapa dalam Al-Quran menjadi Nabi Ibrahim sendiri yang bermimpi
tentang penyembelihan anaknya? Kedua, Anak yang diminta untuk dikorbankan
adalah “Ishak, Kitab Suci Mukmin menyamarkan menjadi “anak” (tidak menyebutkan
nama). Ketiga, Allah meminta Abraham mempersiapkan korban bakaran. Sementara Qs
37:103 hanya menuliskan “pembaringan anak” (Qs 37:103).
Di saat Allah berkata “…Persembahkanlah dia di sana
sebagai korban bakaran,” Abraham langsung konek dengan perintah Allah. Itulah
sebabnya Abraham membawa peralatan seperti pisau, kayu, api, dan mendirikan
mezbah (tempat meletakkan kurban). Aturan baku tentang ritual korban bakaran
sudah sejak dari zaman Kain dan Habel dan Nuh (lihat Kitab Taurat, Kejadian
8:20). Abraham serta para nabi pun sudah memahaminya. Berbeda dengan Nabi
Ibrahim, Ia tidak mempersiapkannya. Dan sepertinya ia tidak memahami korban
bakaran yang biasa dilakukan para leluhurnya.
Dengan berat hati Abraham mengikat tangan anaknya,
yakni Ishak. Ketika hendak menyembelih anaknya, Malaikat Tuhan berfirman kepada
Abraham untuk tidak membunuh anaknya. (Selengkapnya baca Taurat, Kitab Kejadian
22:1-19).
Dalam Qs
37:102-107 tidak ada persitiwa penyembelihan sang anak. Tetapi mengapa muncul
ayat yang membingungkan dalam Qs 37:107? “Dan Kami
tebus anak itu dengan sembelihan yang besar” (Wa fa dainaahu bi dzibhin
’azhiim”). Bagaimana mungkin tidak ada peristiwa penyembelihan, kemudian muncul
ayat untuk menebus anak tersebut dengan sembelihan yang besar?
Jika benar kisah
Nabi Ibrahim adalah sebuah pewahyuan ulang dari Allah, mengapa wahyu Allah
berbeda? Tidak mampukah Allah memberikan pengulangan wahyu yang jauh lebih
logis
Jawaban Saya: Kafir Kristen pemuja Yesus mengutip dua ayat
dari Al-Qur’an dan Bible tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim AS
untuk menyembelih anaknya. Al-Qur’an menyebut Nabi Ibrahim AS menerima wahyu
dari Allah SWT melalui sebuah mimpi (Ash-Shaffat: 102), sementara Bible
menyatakan Nabi Ibrahim AS menerima wahyu dari Allah SWT secara langsung. Kafir
Kristen pemuja Yesus mempermasalahkan
perbedaan tersebut. Mereka menganggap keterangan yang diberikan Al-Qur’an
keliru karena tidak sesuai dengan yang ada dalam Bible. Kelakuan orang-orang
kafir seperti mereka memang tidak pernah berubah. Jika mereka menemukan
ayat-ayat Al-Qur’an yang isinya tidak sama dengan yang ada di Bible, mereka menyalahkan Al-Qur’an. Tetapi
kalau ada ayat-ayat Al-Qur’an yang isinya sama dengan yang ada di Bible, mereka
katakan Al-Qur’an mencontek Bible. Bagaimana pun keadaan Al-Qur’an, orang-orang
kafir akan tetap mendustakan Al-Qur’an.
Penyebab adanya perbedaan dan pertentangan antara isi Al-Qur’an dengan
Taurat, Zabur dan Injil adalah karena kitab-kitab tersebut telah mengalami
banyak perubahan-perubahan baik dalam bentuk pengurangan, penambahan,
penyimpangan makna, maupun bentuk perubahan lainnya. Itulah alasan mengapa umat
Islam hanya diwajibkan berpegang kepada Al-Qur’an, bukan kitab-kitab
sebelumnya. Berbeda dengan Al-Qur’an
yang telah Allah SWT jamin keotentikannya (Al-Hijr: 9), Taurat dan Injil serta
kitab-kitab sebelum Al-Qur’an lainnya, Allah SWT tidak menjaminnya. Tidak ada
jaminan dari Allah SWT bahwa Dia akan menjaganya. Allah SWT bebankan penjagaan
itu kepada manusia, sebagaimana firman-Nya;
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk
dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang
Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim
mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan
memelihara kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla dan mereka menjadi saksi
terhadapnya.” (Al-Maidah:
44)
Sudah barang tentu manusia tidak mampu menjaga kitab-kitab Allah SWT,
bahkan Allah SWT telah kabarkan dalam Al-Qur’an bahwa kitab-kitab tersebut
telah banyak diubah oleh tangan-tangan manusia.
Dalil Al-Qur’an yang menunjukkan adanya perubahan dan penyimpangan yang
dilakukan oleh Ahlul Kitab terhadap Taurat dan Injil. Di antara firman Allah
SWT yang menunjukkan adanya perubahan tersebut adalah;
“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari
tempat-tempatnya”. (An-Nisaa’:
46)
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al
Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah",
(dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu.
Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan
mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang
mereka kerjakan”. (Al
Baqarah: 79)
Dan mereka tidak menghormati Allah ‘azza wa jalla dengan penghormatan yang
semestinya di kala mereka berkata, “Allah ‘azza wa jalla tidak menurunkan
sesuatu pun kepada manusia.” Katakanlah, “Siapakah yang menurunkan kitab
(Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu
jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu
perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal
telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui
(nya)?” Katakanlah, “Allah-lah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu
menyampaikan Al-Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam
kesesatannya. (Al-An’am:
91)
“Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampuradukkan yang haq dengan yang
batil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui?” (Ali Imran: 71)
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami
jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan
(Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa
yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa
akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang
tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya
Allah ‘azza wa jalla menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Maidah: 13)
"Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar
lidahnya membaca Al-Kitab, padahal dia bukan dari Al-Kitab dan mereka
mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah, padahal ia bukan
dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui" (Al Imran: 78)
Bahkan ayat-ayat Bible yang juga menjelaskan ketidaksucian Bible dari
perubahan, dengan jelas tertulis dalam Bible sendiri di antara ayatnya;
Waktu untuk bertindak telah tiba bagi TUHAN; mereka telah merombak
Taurat-Mu. (Mazmur
119:126)
Bagaimanakah kamu berani berkata: Kami bijaksana, dan kami mempunyai Taurat
TUHAN? Sesungguhnya, pena palsu penyurat sudah membuatnya menjadi
bohong. (Yeremia 8:8)
Kafir Kristen pemuja Yesus juga mempermasalahkan perbedaan anak Nabi
Ibrahim yang dikorbankan. Menurut Al-Qur’an Anak Nabi Ibrahim yang dikorbankan adalah
Nabi Ismail AS, sementara menurut Bible anak Abraham yang dikorbankan adalah
Ishak. Meskipun Al-Qur’an tidak menyebut nama anak Nabi Ibrahim yang
dikorbankan, tetapi ada petunjuk kuat yang dikorbankan adalah Nabi Ismail,
bukan Nabi Ishaq AS. Hal tersebut terlihat jika membaca Ash-Shaffat:
100-111 yang mengisahkan kronologis pengkorbanan. Kemudian di ayat
selanjutnya memberitakan kelahiran Nabi Ishaq.
Dan Kami beri dia kabar gembira
dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. (Ash-Shaffat:
112)
Jika Nabi Ishaq AS lahir setelah terjadinya peristiwa penyembelihan, maka
dapat disimpulkan secara otomatis anak shalih yang hendak dikurbankan Ibrahim
itu pastilah Nabi Ismail AS. Mustahil Nabi Ibrahim mengorbankan Ishaq, karena
saat prosesi qurban dilakukan, Ishaq belum lahir.
Kesimpulan ini semakin jelas bila dibaca dalam nas Al-Qur’an dalam bahasa
aslinya: “wa basy-syarnaahu bi ishaaqa nabiyyan minas-shalihin.” Huruf
“wawu” dalam kata “wa basy-syarnaahu” (Dan Kami beri dia kabar gembira), dalam
ilmu nahwu disebut wawu ‘athaf littartiibi bil-ittishaal, yaitu
huruf wawu penghubung (conjunction) antara dua kalimat
yang menunjukkan urutan kronologis dua peristiwa yang terjadi secara berurutan.
Sementara itu walaupun
Bible dengan gamblang menyebut nama Ishak sebagai yang akan dikorbankan oleh
Abraham, akan tetapi ada kerancuan pada ayatnya. Pada Kejadian 22:2 tertulis
sebagai berikut:
“Firman-Nya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu,
yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan
persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang
akan Kukatakan kepadamu” (Kejadian 22:2).
Nama Ishak dalam Kejadian 22:2 yang disebut sebagai “anak tunggal Abraham”
itu patut dipertanyakan. Karena fakta-fakta dalam Bibel menyebutkan bahwa Ismail
berusia lebih tua 14 tahun dibandingkan adiknya, Ishak. Karena Ismael
dilahirkan ketika Abraham berusia 86 tahun (Kejadian 16:16) dan Ishak
dilahirkan ketika Abraham berusia 100 tahun (Kejadian 21:5).
Secara otomatis, Ismail pernah jadi anak tunggal Abraham selama 14 tahun.
Sedangkan Ishak tidak pernah jadi anak tunggal Abraham, karena sampai akhir
hayat Abraham, Ismael dan Ishak sama-sama masih hidup. Buktinya, mereka berdua
bersama-sama menguburkan Abraham ke pemakamannya di gua Makhpela di padang
Efron bin Zohar (Kej. 25:9).
Jika faktanya Ismael pernah jadi anak tunggal Abraham selama 14 tahun,
sedangkan Ishak tidak pernah menjadi anak tunggal Abraham, kenapa ada ayat yang
menyebut Ishak sebagai anak tunggal Abraham? Rupanya ada tangan-tangan kotor
yang menyelipkan nama Ishak tetapi lupa menghapus kata “yang tunggal”😜.
Kafir Kristen pemuja Yesus sekali lagi mengemukakan perbedaan kisah
pengkurbanan anak Nabi Ibrahim AS dalam Al-Qur’an dan Bible. Al-Qur’an
mengisahkan pengkurbanan anak Nabi Ibrahim AS tanpa penyebutan persiapan korban
bakaran. Sementara dalam Bible disebutkan adanya persiapan Abraham untuk
mempersiapkan korban bakaran. Jawaban dari pernyataan kafir Kristen pemuja
Yesus kali ini tidak jauh berbeda dengan penjelasan saya di atas. Mereka
menganggap salah jika ada sesuatu di dalam Al-Qur’an tidak sama persis dengan
yang ada dalam Bible. Kafir Kristen pemuja Yesus menjadikan Bible sebagai
standar kebenaran, padahal kitab tersebut tidak terjaga dari kejahilan
tangan-tangan kotor manusia. Oleh sebab itulah Allah SWT menjadi Al-Qur’an
sebagai batu ujian (standar kebenaran) dari kitab-kitab yang diturunkan sebelum
Al-Qur’an.
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu” (Al Maa'idah: 48)
Mengenai ayat tersebut Ibnu Juraij mengatakan, Al-Qur'an adalah kepercayaan
kitab-kitab terdahulu yang sebelumnya. Dengan kata lain, apa saja isi
dari kitab terdahulu yang sesuai dengan Al-Qur'an, maka itu adalah benar dan
apa saja isi dari kitab-kitab terdahulu yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an, itu
adalah batil.
Kafir Kristen pemuja Yesus yang menganggap dalam Al-Qur’an tidak ada peristiwa
penyembelihan Nabi Ismail AS, merasa bingung kenapa ada ayat “Dan Kami tebus anak itu dengan sembelihan yang besar”.
Peristiwa penyembelihan Nabi Ismail AS memang tidak ada. Bukan hanya dalam Al-Qur’an,
dalam Bible pun tidak ada peristiwa penyembelihan Ishak. Karena perintah Allah
SWT kepada Nabi Ibrahim AS untuk menyembelih anaknya hanya sebuah ujian
dari-Nya. Ketika Nabi Ibrahim AS telah hampir benar-benar menyembelih anaknya untuk menjalankan
perintah Allah SWT, Allah SWT menghentikan Nabi Ibarahim AS dan mengganti sembelihannya
dengan seekor domba. Adanya kalimat “Dan
Kami tebus anak itu dengan sembelihan yang besar” dalam Ash-Shaaffaat: 107, menjadi bukti bahwa memang tidak ada
peristiwa penyembelihan Nabi Ismail AS. Saya rasa kafir Kristen pemuja Yesus
tidak akan mengalami kebingungan jika mereka dapat menggunakan akal dengan cara
yang benar.
Al-Masih Memberikan Nyawa menjadi Tebusan Bagi
Manusia
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Mungkinkah ayat dalam Qs
37:107 mengacu pada ayat suci Allah dalam Injil, Rasul Besar Matius 20:28 “Sama
seperti Anak Manusia datang . . . untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan
bagi banyak orang?“
Isa Al-Masih
datang dan sudah memberikan nyawa-Nya bagi manusia. Terlebih setiap orang yang
percaya pada-Nya mendapat jaminan hidup kekal.
Jawaban Saya: Kafir Kristen pemuja Yesus mengatakan bahwa
surah Ash-Shaaffaat: 107 mengacu pada Matius 20:28 di mana Yesus mengatakan
memberikan nyawanya untuk menjadi tebusan. Sama sekali tidak. Karena Nabi Isa
AS tidak pernah mati di salib. Yang mati di salib adalah orang lain yang Allah
SWT serupakan dengan Nabi Isa AS. Kafir Kristen pemuja Yesus yang sebelumnya
mengolok-olok ayat-ayat Al-Qur’an kini merasa perlu mengutip ayat Al-Qur’an sebagai
pembenaran. Apa itu logis?
Ketika akan pergi ke Yerusalem Yesus memerintahkan
murid-muridnya untuk membeli pedang (Lukas 22:36). Yesus memerintahkan murid-muridnya untuk menjaga
dirinya dan Yesus juga terlihat sangat
ketakutan (Matius 26:38) sampai harus sujud dan berdoa demi keselamatan dirinya (Matius 26:42). Yesus juga
mendoakan ampunan bagi penyalibnya, seolah yang mereka lakukan kepada Yesus adalah
kesalahan (Lukas 23:34). Ketika hampir mati di atas
salib, Yesus berteriak dengan keras: “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?,” yang
berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku (Markus
15:34). Semua perbuatan Yesus tersebut tentu sangat tidak
logis jika Yesus memang berkeinginan menjadikan dirinya tebusan bagi banyak
orang (Matius 20:28)
0 Response to "Wahyu Allah, Melalui Mimpi Atau Firman?"
Posting Komentar
Pastikan komentar anda tidak keluar dari topik, komentar di luar itu tidak akan pernah ditayangkan.