Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (at-Tahrim: 1).
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan asbabun nuzul yang melatarbelakangi penurunan permulaan surat At-Tahrim ini. Menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan diharamkannya madu oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Dalam Shahih Muslim terdapat Hadits yang diriwayatkan dari Aisyah, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berada di rumah Zainab binti Jahsy kemudian beliau meminum madu di tempatnya. Aisyah berkata, Aku kemudian bersepakat dengan Hafshah bahwa siapa pun di antara kami yang ditemui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka hendaklah dia mengatakan: Sesungguhnya aku mencium bau maghfuur (tumbuhan bergetah yang manis rasanya nanun tidak sedap baunya). Engkau memakan maghfuur?. Beliau kemudian menemui salah seorang di antara Aisyah dan Hafshah, lalu dia mengatakan itu kepada Beliau. Beliau menjawab, melainkan aku meminum madu di tempat Zainab binti Jahsy, dan aku tidak akan pernah mengulanginya. Maka turunlah at-Tahrim: 1-4.
Ada pun menurut pendapat yang lain, bahwa yang beliau maksud dengan pengharaman itu adalah wanita yang menghibahkan dirinya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, nanun beliau tidak menerimanya karena istri-istrinya. Demikianlah yang dikatakan oleh lbnu Abbas dan lkrimah. Wanita tersebut adalah Ummu Syarik. Pendapat yang ketiga mengatakan bahwa wanita yang beliau haramkan adalah Mariyah AI Qibthiyah. Mariyah dihadiahkan oleh AI Muqawqis, raja lskandariyah kapada Beliau. Dalam sebuah riwayat, disebutkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membawa Mariyah AI Qibthiyah ke rumah Hafshah, yang saat itu sedang mengunjungi rumah ayahnya, lalu Hafshah pulang dan menemukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Mariyah AI Qibthiyah di dalam rumahnya yang membuatnya cemburu. Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengharamkan budak wanitanya untuk menyenangkan Hafshah.
Dari ketiga pendapat tersebut, imam Al Qurthubi dalam kitab tafsirnya mengatakan, pendapat yang paling Shahih di antara beberapa pendapat ini adalah pendapat yang pertama, yaitu pengharaman Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam terhadap madu, dan pendapat yang paling lemah adalah pendapat kedua, yaitu pengharaman Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam terhadap Ummu Syarik yang menghibahkan dirinya. Karena riwayat dari pendapat kedua ini memiliki kelemahan pada sanad dan dari sisi maknanya. Ada pun pendapat bahwa yang diharamkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah Mariyah AI Qibthiyah, jika dibandingkan dengan riwayat dari pendapat kedua, ini lebih baik dari sisi sanadnya dan lebih mendekati kebenaran dari sisi maknanya. Namun riwayat dari pendapat ketiga ini tidak terdapat dalam Shahih. Pendapat yang menyatakan bahwa yang diharamkan adalah Mariyah AI Qibthiyah merupakan riwayat mursal.
Hadits mursal masuk dalam pembahasan hadits-hadits yang terputus sanadnya. Secara istilah, hadits mursal berarti hadits yang di akhir sanad yaitu di atas tabi’in terputus. Hadits mursal adalah hadits mardud (hadits yang tertolak) dikarenakan tidak terpenuhinya salah satu syarat hadits maqbul (yang diterima) yaitu terputusnya sanad. Akibat terputusnya sanad ini, akhirnya perowi yang terhapus tidak diketahui keadaannya, boleh jadi yang dihapus adalah selain sahabat. Mayoritas ulama pakar hadits, serta kebanyakan ulama ushul dan fiqh menganggap Hadits mursal adalah hadits dho’if dan tertolak.
Jadi pendapat yang mengatakan pengharaman Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menjadi penyebab turunnya at-Tahrim: 1 adalah pengharaman menggauli Mariyah AI Qibthiyah, bersumber dari riwayat mursal yang oleh mayoritas ulama pakar hadits di anggap riwayat dho’if dan tertolak. Karena berasal dari riwayat dho’if maka riwayat ini tidak dapat dijadikan pegangan, apalagi riwayat tersebut bertentangan dengan riwayat yang Shahih dari Bukhari dan Muslim yang menyebut asbabun nuzul at-Tahrim: 1 adalah karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengharamkan madu untuk menyenangkan istri-istri Beliau.
Dan kalaupun pengharaman menggauli Mariyah AI Qibthiyah di anggap sebagai penyebab turunnya at-Tahrim: 1 adalah Shahih, maka turunnya ayat ini tidak dapat di anggap sebagai bentuk pemenuhan urusan syahwat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, seperti yang sering dituduhkan oleh para kafir Kristen. Tidak ada seorang pun yang berhak mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, dan Allah pun hanya membolehkan Nabi-Nya mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah. Maka ketika Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mengharamkan sesuatu yang sebelumnya dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, apapun itu bentuknya, maka Allah menegur Nabi-Nya dengan berfirman, “Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu?”. Jadi yang Nabi haramkan pada ayat ini adalah sesuatu yang sebelumnya dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, jadi bukan karena madu atau menggauli budak wanita diharamkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, baru kemudian Allah menghalalkannya, tidak seperti itu.
Kalau kita melihat penjelasan si Elyas Zulkifli dalam videonya, seolah Allah Subhanahu wa Ta'ala baru menghalalkan sesuatu yang Nabi haramkan bagi dirinya. Untuk melancarkan aksinya menuduh Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat hanya untuk memenuhi hasrat seksual Nabi-Nya, Elyas Zulkifli hanya mengutip riwayat pengharaman menggauli Mariyah AI Qibthiyah sebagai asbabun nuzul ayat, padahal riwayat-riwayat lainnya ada, dan yang Shahih asbabun nuzul at Tahrim: 1 adalah pengharaman madu. Jadi sama sekali tidak benar tuduhan Elyas Zulkifli bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat hanya untuk memenuhi urusan syahwat. Karena madu ataupun menggauli budak wanita itu sudah halal sebelum diharamkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Membandingkan asbabun nuzul at Tahrim: 1 dengan kisah Petrus di Kisah Rasul pasal 10 juga sesuatu yang keliru. Asbabun nuzul at Tahrim: 1 itu mengisahkan pengharaman oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sesuatu yang tadinya halal, sementara kisah rasul pasal 10 itu mengisahkan penghalalan sesuatu yang tadinya haram oleh yang di anggap Tuhan. Jadi konteksnya jauh berbeda.
Elyas Zulkifli menuduh Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat hanya untuk memenuhi hasrat seksual Nabi-Nya, sementara dalam Bible Perjanjian Lama, Tuhan tidak jarang berfirman untuk mendukung hasrat seksual manusia. Misalkan dalam Bible Perjanjian Lama Tuhan berfirman, Jika tuannya itu mengambil perempuan lain, ia tidak boleh mengurangi makanan perempuan itu, pakaiannya dan persetubuhan dengan dia. (Keluaran 21:10). Kalau ayat ini kita baca, seolah Tuhan berfirman hanya untuk memenuhi hasrat seksual para saudagar-saudagar kaya.
Ada juga firman Tuhan dalam Bible Perjanjian Lama yang seperti ini, Apabila seseorang bertemu dengan seorang gadis, yang masih perawan dan belum bertunangan, memaksa gadis itu tidur dengan dia, dan keduanya kedapatan, maka haruslah laki-laki yang sudah tidur dengan gadis itu memberikan lima puluh syikal perak kepada ayah gadis itu, dan gadis itu haruslah menjadi isterinya, sebab laki-laki itu telah memperkosa dia; selama hidupnya tidak boleh laki-laki itu menyuruh dia pergi. (Ulangan 22:28-29). Lebih parah, ini seperti Tuhan berfirman hanya untuk memenuhi hasrat seksual pemerkosa, bukannya dihukum malah disuruh ngawinin. Boleh di coba oleh para jomblo, kalau cintamu di tolak, perkosa saja wanita yang kamu cintai. πππ
Jadi kalau mau tahu Tuhan yang berfirman untuk memenuhi urusan syahwat dan hasrat seksual laki-laki, cukup Elyas Zulkifli membuka Bible saja. Buat apa susah-susah mencari-cari di Al-Qur’an kalau di kitab suci kamu sendiri sudah ada.
0 Response to "Antara Urusan Syahwat dan Keselamatan - Yang Dihalalkan AL-QURAN dan alkitab"
Posting Komentar
Pastikan komentar anda tidak keluar dari topik, komentar di luar itu tidak akan pernah ditayangkan.